Skip to main content

Ramadhannya YaYa

Pagi ini waktu bangun sahur rasanya sedih banget, karena kan ini sahur terakhir tahun ini. Alhamdulillaah dari kecil Yaya belum pernah mengalami yang namanya susah bangun pas sahur karena kan masih tinggal sama nyokap bokap.
Tahun ini cukup berbeda sahurnya soalnya selama waktu sahur pasti ada aja acara-acara TV yang cukup menghibur (biarpun ada yang lumayan garing). Emang sich tahun-tahun yang lalu juga, cuman Yayanya aja yang baru nonton bener-bener nonton.
Tapi yang beda banget tahun ini dan bikin seneng (jujur dari lubuk hati yang paling dalem) adalah bisa dengerin suaranya seorang Rudi Dahlan dari jam 3 sampe 5 pagi. Walaupun Yaya gak dengerin sampe habis, tapi membuat Yaya makan sahurnya jadi lebih cepet ketelen. Makanya pagi ini sedih juga sich karena "tidak akan ada suaranya RuDaL" lagi di pagi hari.
Ramadhan tahun ini Yaya sering banget sholat Taraweh di rumah, kenapa ya rasanya berat banget ke mesjid padahal pake mobil? Astagfirullaah Ya Allah, ampunilah Yaya yang bandel ini. Walaupun gitu, Alhamdulillaah Yaya tetep bisa merasa dekaaat sama Allah karena aku masih diberi kesehatan lahir batin untuk ibadah malam harinya.
Walau sempat diberi cobaan masalah kerjaan, Alhamdulillaah karena berkah Ramadhan Yaya bisa dikasih kemudahan menyelesaikan masalah itu. Mungkin diingetin juga ya, soalnya karena ada masalah Yaya jadi rajin sholat sunahnya. Mudah-mudahan walau Ramadhan udah lewat, Yaya tetep bisa rajin ibadah sunahnya. Amin....
Akhirnya, Yaya cuma bisa berdoa :
Ya Allah, makasih karena tahun ini Yaya masih dikasih kesempatan untuk puasa bersama keluarga dan orang-orang yang Yaya sayangi. Makasih Ya Allah, karena Yaya dan keluarga masih diberi kesehatan lahir batin untuk beribadah di bulan yang mulia ini. Terimalah ibadah kami, Ya Allah.
Ya Allah, jangan jadikan Ramadan ini Ramadan terakhir bagi Yaya dan keluarga, ijinkanlah kita bertemu Ramadan lagi tahun depan dalam keadaan sehat wal afiat lahir batin.
Amin Ya Rabbal Alamiin...

Comments

Popular posts from this blog

Nila di Belanga susu

S aat kamu mengira kalau kamu telah benar-benar mengenal seseorang yang telah kamu anggap dan menganggapmu sebagai seorang teman, orang itu mengatakan sesuatu yang begitu menusuk hati kamu. Saya telah dibunuh.. Butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk mencerna kenyataan yang benar-benar terjadi pada diri saya saat itu. Butuh waktu bagi saya untuk belajar kalau tidak semua niat baik akan dianggap baik juga oleh orang lain. Butuh waktu bagi saya untuk berpikir apakah saya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain dengan niat baik saya. Butuh waktu bagi saya untuk benar-benar menyadari kalau yang "seorang teman saya" katakan itu salah dan saya berhak untuk kecewa, marah dan sedih. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga Butuh waktu bagi saya untuk jujur pada diri saya sendiri apakah seseorang itu benar-benar layak menjadi teman saya. Yang terpenting, apakah saya masih ingin menjadi temannya? Saya tahu, manusia bisa berubah kapan saja dia mau. Menjadi lebih baik ataupu...

Menuju: pulang

"Kita akan melakukan perjalanan ke luar dari kita. Mari saudaraku, kita tundukkan kepala, pejamkan mata dan cobalah bersihkan hati kita." "Apaan sich? Norak ih." Runtukku (dalam hati saja). Tapi aku mengikuti yang lainnya, yang mulai menundukkan kepala mereka. "Saudaraku, kita sedang keluar dari diri kita. Dan kita dapat melihat kehidupan kita sendiri selama ini." "Lihat apa sich? Tidak ada apa-apa kok," batinku tapi tetap mencoba ikut dalam (yang kukira) permainan ini. Tapi.. potongan-potongan pagiku tadi mulai berkelebatan dalam benakku. Dimulai dari aku bangun pagi, aku yang selalu tergesa sebelum pergi, aku yang telah membentak asisten mamaku di rumah. Semuanya mulai bergulingan dalam benakku. Kepalaku mulai terasa berat. "Saudaraku, apa yang telah kau lakukan dengan hidupmu?" Dan kepingan-kepingan hidup diriku kembali berserakan. Tak sadar, aku terisak. Melihat aku yang begitu menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk berbuat baik. Da...

Knowing "there"

Suatu siang di hari Sabtu.. "I don't belong there, mbak." Aku tersenyum, bukan karena aku menertawakan pemikiran temanku itu. Senyumku lebih karena aku sempat punya pemikiran seperti itu, dulu. Setiap saat aku berada di tengah-tengah orang lain yang kupanggil "teman", aku tidak bisa menghindar untuk tidak bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar termasuk dalam komunitas ini, atau aku hanya lagi memakai topeng nyamanku?" Tidak dapat kupungkiri kalau rasa jengah, kurang nyaman, malu ataupun terkadang minder sering aku rasakan bila lagi berkumpul dengan teman-temanku. Mungkin karena aku merasa terkadang pandanganku berbeda dengan teman-temanku. Juga gaya hidup mereka yang berbeda dengan aku. Bila kamu merasa tidak nyaman dengan teman-temanmu, apakah kamu harus pergi dari mereka? Hmmm, aku akan balik berkata.. "kenapa aku harus selalu mencoba untuk menyamakan bedaku untuk dapat diterima? Pilihan untuk hengkang dari "there" juga tidak per...