Skip to main content

Ternyata mereka bisa nangis juga

Barusan nonton Mega Reality Show Penghuni Terakhir (PeTiR) di ANTv. Pertamanya mikir reality show ternorak yang pernah ada, tapi hehehehe....kayaknya Yaya ketulah sama omongan sendiri dech, soalnya sekarang tiap jam setengah 10 malem udah duduk manis depan tv nonton Petir.
Hari ini kan Lebaran, ternyata panitia Petir udah nyiapin kejutan buat para peserta yang tersisa (ada Alex, Ayah Asep, Mahdi, Ernes, Indri, dan Yohan). Panitia mendatangkan keluarga mereka masing-masing dan dikasih kesempatan untuk ketemu tapi cuman 7 menit.
Yang pertama ketemu keluarganya itu Alex. Alex ini orangya halus, sensitif, gak gampang emosional, tapi tadi pas ketemu keluarganya langsung tersedu-sedu.
Trus yang kedua ayah Asep. Aih, romantis banget dech pas ketemu sama istrinya. Cium pipi kiri, pipi kanan and terakhir cium di bibir. Yaya sebagai penonton langsung bersorak...!! Ayah Asep ini orangnya wise, sabar, gak gampang marah dan beragama banget (terbukti pas mau mengekstradisi Iksan, dia baca bismillah dulu).
Yang ketiga Indri. Ternyata Indri yang tangguh dan hampir selalu memenangkan games, pas ketemu keluarganya langsung nangis terisak-isak sampe terduduk.
Abis itu ada si centil Ernes yang langsung lompat-lompat pas ketemu orangtuanya. Lucunya Ernes sempet curhat kalo dia takut sama Mahdi yang lagi megang kunci.
Setelah itu Mahdi (favorit Yaya nich). Mahdi yang selalu emosian, badannya kayak tukang pukul, pas ketemu istrinya dan ibunya langsung nangis. Tapi tetep, pas waktu untuk ketemu udah abis Mahdi langsung teriak saking sebelnya cuman dikasih 7 menit.
Terakhir, si metal Yohan. Gak nyangka gak menduga, Yohan yang metal pas ketemu ibunya langsung sujud lamaaa depan ibunya.
Emang ya, setangguh apapun para petir itu, mereka tetep bisa mengeluarkan air mata di hari yang suci ini.
Hidup Petir...!!!

Comments

Popular posts from this blog

Nila di Belanga susu

S aat kamu mengira kalau kamu telah benar-benar mengenal seseorang yang telah kamu anggap dan menganggapmu sebagai seorang teman, orang itu mengatakan sesuatu yang begitu menusuk hati kamu. Saya telah dibunuh.. Butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk mencerna kenyataan yang benar-benar terjadi pada diri saya saat itu. Butuh waktu bagi saya untuk belajar kalau tidak semua niat baik akan dianggap baik juga oleh orang lain. Butuh waktu bagi saya untuk berpikir apakah saya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain dengan niat baik saya. Butuh waktu bagi saya untuk benar-benar menyadari kalau yang "seorang teman saya" katakan itu salah dan saya berhak untuk kecewa, marah dan sedih. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga Butuh waktu bagi saya untuk jujur pada diri saya sendiri apakah seseorang itu benar-benar layak menjadi teman saya. Yang terpenting, apakah saya masih ingin menjadi temannya? Saya tahu, manusia bisa berubah kapan saja dia mau. Menjadi lebih baik ataupu...

Menuju: pulang

"Kita akan melakukan perjalanan ke luar dari kita. Mari saudaraku, kita tundukkan kepala, pejamkan mata dan cobalah bersihkan hati kita." "Apaan sich? Norak ih." Runtukku (dalam hati saja). Tapi aku mengikuti yang lainnya, yang mulai menundukkan kepala mereka. "Saudaraku, kita sedang keluar dari diri kita. Dan kita dapat melihat kehidupan kita sendiri selama ini." "Lihat apa sich? Tidak ada apa-apa kok," batinku tapi tetap mencoba ikut dalam (yang kukira) permainan ini. Tapi.. potongan-potongan pagiku tadi mulai berkelebatan dalam benakku. Dimulai dari aku bangun pagi, aku yang selalu tergesa sebelum pergi, aku yang telah membentak asisten mamaku di rumah. Semuanya mulai bergulingan dalam benakku. Kepalaku mulai terasa berat. "Saudaraku, apa yang telah kau lakukan dengan hidupmu?" Dan kepingan-kepingan hidup diriku kembali berserakan. Tak sadar, aku terisak. Melihat aku yang begitu menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk berbuat baik. Da...

Knowing "there"

Suatu siang di hari Sabtu.. "I don't belong there, mbak." Aku tersenyum, bukan karena aku menertawakan pemikiran temanku itu. Senyumku lebih karena aku sempat punya pemikiran seperti itu, dulu. Setiap saat aku berada di tengah-tengah orang lain yang kupanggil "teman", aku tidak bisa menghindar untuk tidak bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar termasuk dalam komunitas ini, atau aku hanya lagi memakai topeng nyamanku?" Tidak dapat kupungkiri kalau rasa jengah, kurang nyaman, malu ataupun terkadang minder sering aku rasakan bila lagi berkumpul dengan teman-temanku. Mungkin karena aku merasa terkadang pandanganku berbeda dengan teman-temanku. Juga gaya hidup mereka yang berbeda dengan aku. Bila kamu merasa tidak nyaman dengan teman-temanmu, apakah kamu harus pergi dari mereka? Hmmm, aku akan balik berkata.. "kenapa aku harus selalu mencoba untuk menyamakan bedaku untuk dapat diterima? Pilihan untuk hengkang dari "there" juga tidak per...