Skip to main content

Tio dan Nina-On the Phone

"Halo." Nina ber-halo dengan suara yang ia buat sewajar mungkin.

"Halo,maaf,saya Tio. Tadi saya dapat SMS dari nomer ini. Boleh saya tau ini siapa ya?" suara sopan dan formalnya Tio terdengar di ujung telpon sana.

"Hei Yo,ini aku lagi,Nina." Seperti petinju yang abis di-KO lawannya,Nina menjawab.Dia patah hati berat,Tio ENGGAK NGESAVE nomernya.


"Oooo Nina."


"Aduh,sombong sekali ya elo, nomer gue diapus". (Perasaan loe udah ngesave nomer gue dech dari 3 bulan yang lalu) Nina membatin.
(aduuuh,kok gue so' manja banget ya?) Nina langsung menyesal dalam hati (lagi), sedetik abis dia ngomong gitu.

"Bukannya sombong Nin, tapi gue tuh ngesave nomer loe di hape gue yang satunya. Gue lagi pake casing yang laen. Sorry ya."

"oooo gitu toh." Nina tetap dengan suara jaimnya, padahal dalem hati dia udah mau lompat-lompat seneng.

"Iya gitu. Eh, belom tidur?"

"Belom nih,insomnia." (dalem hati:mikirin eloe). Tapi seorang Nina gak pernah mau mengakui kalo dia lagi kangen sama seseorang. No...!! itu bukan Nina banget. "ada ide gak, gimana supaya gue bisa tidur?"

"mmmm, apa ya? coba minum susu dech. Lagian udah malam lho." suara Tio, yang menurut Nina teduh banget, masih terdengar.

"Gitu ya? Iya dech gue coba. Thanks ya, Yo."

"You're welcome."

Nina membalas lagi, "Oke dech, gue mau buat susu nih sekarang. Loe mau gak?"

"loe aja dech. Gue dengerin loe minum aja." Tio menjawab dengan nada becanda.

"heheeheh. Ya sud, gue mau bikin susu dulu. Abis itu mau langsung tidur."

"Oke dech. Kalo gitu, good night Nina."

"Night,Tio. Thanks ya."

"Byeee."

"Byeee."

Begitu telpon ditutup, Nina langsung menarik nafas panjang, aaaaaaaaaaaaaaahhh....!!!
Nina mengikuti saran Tio, bikin susu hangat. Dan setengah jam abis minum, Nina langsung tidur.

TO BE CONTINUED

Comments

Popular posts from this blog

Nila di Belanga susu

S aat kamu mengira kalau kamu telah benar-benar mengenal seseorang yang telah kamu anggap dan menganggapmu sebagai seorang teman, orang itu mengatakan sesuatu yang begitu menusuk hati kamu. Saya telah dibunuh.. Butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk mencerna kenyataan yang benar-benar terjadi pada diri saya saat itu. Butuh waktu bagi saya untuk belajar kalau tidak semua niat baik akan dianggap baik juga oleh orang lain. Butuh waktu bagi saya untuk berpikir apakah saya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain dengan niat baik saya. Butuh waktu bagi saya untuk benar-benar menyadari kalau yang "seorang teman saya" katakan itu salah dan saya berhak untuk kecewa, marah dan sedih. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga Butuh waktu bagi saya untuk jujur pada diri saya sendiri apakah seseorang itu benar-benar layak menjadi teman saya. Yang terpenting, apakah saya masih ingin menjadi temannya? Saya tahu, manusia bisa berubah kapan saja dia mau. Menjadi lebih baik ataupu...

Menuju: pulang

"Kita akan melakukan perjalanan ke luar dari kita. Mari saudaraku, kita tundukkan kepala, pejamkan mata dan cobalah bersihkan hati kita." "Apaan sich? Norak ih." Runtukku (dalam hati saja). Tapi aku mengikuti yang lainnya, yang mulai menundukkan kepala mereka. "Saudaraku, kita sedang keluar dari diri kita. Dan kita dapat melihat kehidupan kita sendiri selama ini." "Lihat apa sich? Tidak ada apa-apa kok," batinku tapi tetap mencoba ikut dalam (yang kukira) permainan ini. Tapi.. potongan-potongan pagiku tadi mulai berkelebatan dalam benakku. Dimulai dari aku bangun pagi, aku yang selalu tergesa sebelum pergi, aku yang telah membentak asisten mamaku di rumah. Semuanya mulai bergulingan dalam benakku. Kepalaku mulai terasa berat. "Saudaraku, apa yang telah kau lakukan dengan hidupmu?" Dan kepingan-kepingan hidup diriku kembali berserakan. Tak sadar, aku terisak. Melihat aku yang begitu menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk berbuat baik. Da...

Knowing "there"

Suatu siang di hari Sabtu.. "I don't belong there, mbak." Aku tersenyum, bukan karena aku menertawakan pemikiran temanku itu. Senyumku lebih karena aku sempat punya pemikiran seperti itu, dulu. Setiap saat aku berada di tengah-tengah orang lain yang kupanggil "teman", aku tidak bisa menghindar untuk tidak bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar termasuk dalam komunitas ini, atau aku hanya lagi memakai topeng nyamanku?" Tidak dapat kupungkiri kalau rasa jengah, kurang nyaman, malu ataupun terkadang minder sering aku rasakan bila lagi berkumpul dengan teman-temanku. Mungkin karena aku merasa terkadang pandanganku berbeda dengan teman-temanku. Juga gaya hidup mereka yang berbeda dengan aku. Bila kamu merasa tidak nyaman dengan teman-temanmu, apakah kamu harus pergi dari mereka? Hmmm, aku akan balik berkata.. "kenapa aku harus selalu mencoba untuk menyamakan bedaku untuk dapat diterima? Pilihan untuk hengkang dari "there" juga tidak per...