Skip to main content

Secarik cerita

"Ella, aku minta maaf."


"Tiara sayang, gak ada yang perlu dimaafkan. Bener deh say."


"La, pernikahan gue ada karena eloe juga," Tiara memelukku erat.


"That's what friend are for, right? Udah, udah. Gak boleh sedih lagi. Besok eloe kan mau nikah, gak lucu donk kalo mata kamu sembab besok," aku melepaskan pelukan Tiara, teman baikku yang sudah seperti nyawaku.


11 Juni 205, Masjid Pondok Indah jam 8 pagi...


"Saya terima nikahnya Tiara widuri Sandjaya....."


Aku hadir di pernikahan Tiara dan Fiko hari ini, menyaksikan mereka akhirnya menikah.




Jam 11 malam...


"Halo, boleh bicara dengan Aldi?"


"Hei La, gimana kabar loe? duh maaf yaa gw gak bisa dateng tadi pagi. You knowlaah, kerjaan gw kayak gimana."


"Hehe, gak papa. Anyway, besok gue berangkat ke Aussie."


"Lho kok jadi besok? bukannya bulan depan?"


"Iya, di sananya udah nungguin gue."


"Congrats ya La, akhirnya loe mendapatkan impian eloe," suara Aldi terdengar tulus.


"Well, biarpun gue statusnya masih asisten, but it's one step closer, right?"


"Bener banget."


"Di, aku kirim email ke eloe." Ella akhirnya berani ngomong maksud dia nelpon Aldi.


"Oya? ntar gw baca ya."


"Bacanya besok aja, kalo gue udah berangkat."


"Lho, kenapa begitu?"


"Please Di, I need you to read it setelah guenya pergi."


"Oke..oke. Selamat jalan Ella."


"Thanks Di. Keep in touch yaa."


"Sure do."


Aku meneruskan beres-beres setelah menelpon Aldi, karena besok harus berangkat pagi.


Jam 5 pagi...

"Ella, udah bangun sayang?" suara mama terdengar saat aku lagi melipat mukena.


"Udah ma, masuk aja."


"La, di bawah ada Tiara sama Fiko. Katanya mau ikut kita nganterin kamu."


"Oyaa..." aku seneng banget mereka ikut nganterin.


"Haiiiii.....!!!" aku berteriak senang, berlari turun tangga.


"Ellaaaa...kita boleh ikut yaa nganterin eloe?" Fiko bertanya sambil tersenyum.


"Boleh bangeeet, tunggu yaa gue siap-siap dulu. Penganten baru silahkan lhoo kalo mau makan," candaku.


"Iiih eloe tuh yaa," saut Tiara, malu.


Jam setengah tujuh kita sudah sampai di airport. Sekarang lagi makan pagi di A&W.


"La, loe udah kasih tau Aldi about..you know," Tiara bertanya sambal makan waffle.


"Aku udah email sih."


"Lho kok email? Don't you want to know his answer?"


"Jujur, gue setengah pengen tapi gak siap.Lebih baik email kan."


"Ella. kamu tuh selalu gitu. Pesimis duluan. Siapa tau..." saut Fiko sambil makan.


"Jangan bahas itu lagi deeeh, gue udah mau berangkat nih."


"Iya deeeh. Say, kamu baek-baek yaa di sana. Doain gue juga sama Fiko." Tiara menatapku, wajahnya udah menunjukkan tanda-tanda mau nangis.


"Pasti, I'll pray for you guys always. Jangan nangis dooonk, Ra. Ko, loe harus sayang lho sama Tiara. Awas kalo gak," candaku.


"Iya bu Ella," Fiko balas bercanda.


"Hahahahahahahaha," akhirnya terdengar tawa yang memecah kesedihan di antara kita bertiga.


"Ok deh, I have to go nih. Tuh udah dipanggil." Aku bangkit dari kursi.


"La, goodb.."


Aku memotong, "no goodbye please. Kita kan masih stay in touch," aku memotong ucapan Tiara.


"Sampai ketemu ya say.Gonna miss you." Tiara memelukku dan Fiko menyalamiku. Huh, aku pengen nangis.


"Ma, doain yaaa. Pa, Ella pergi yaa." Aku memeluk mama dan papa.


"Hati-hati ya La. Jangan lupa sholat 5 waktunya," mama berpesan sambil mengelus-elus rambutku.


"Iya ma, mama juga jangan sakit ya. Ella bisa jaga diri kok."


"Assalamualaikum semua." Aku melambai sambil masuk ke dalam airport.





Dear Aldi...
pertama kali dengar suara kamu, entah kenapa ada sesuatu yang merasuki hatiku. Apalagi sewaktu bisa dekat dengan kamu, aku merasa bahagia sekali. Aku berani lagi merasakan perasaan yang sudah lama hilang dari hidupku, yaitu perasaan sayang.


Kenal sama kamu, teman-teman kamu membuat hidupku lengkap.
Setengah tahun yang lalu aku mulai merasakan yang lain sama kamu. Aku mulai sayang sama kamu. Setiap email, sms dan


pertemuan-pertemuan kita membuatku tambah sayang sama kamu. Kamu tidak pernah berpura-pura menjadi orang lain, kamu cuek, apa adanya, kamu orangnya terbuka.


Aldi, mungkin aku klise, mungkin aku basi..tapi aku mau bilang aku sayang banget sama kamu. Dulu aku gak bisa bilang ini ke kamu, karena aku takut kamu berhenti menjadi temanku. Tapi u're the 1 that said life is nothing to lose, right?


Now, I take my chance. Mungkin kamu gak akan membalas email2ku lagi abis ini..that's ok, I understand why.


Well Aldi, take care yaaa. U're a very nice guy a girl can have.


Ella




PS: cerita ini fiktif belaka lho...

Comments

Popular posts from this blog

Nila di Belanga susu

S aat kamu mengira kalau kamu telah benar-benar mengenal seseorang yang telah kamu anggap dan menganggapmu sebagai seorang teman, orang itu mengatakan sesuatu yang begitu menusuk hati kamu. Saya telah dibunuh.. Butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk mencerna kenyataan yang benar-benar terjadi pada diri saya saat itu. Butuh waktu bagi saya untuk belajar kalau tidak semua niat baik akan dianggap baik juga oleh orang lain. Butuh waktu bagi saya untuk berpikir apakah saya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain dengan niat baik saya. Butuh waktu bagi saya untuk benar-benar menyadari kalau yang "seorang teman saya" katakan itu salah dan saya berhak untuk kecewa, marah dan sedih. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga Butuh waktu bagi saya untuk jujur pada diri saya sendiri apakah seseorang itu benar-benar layak menjadi teman saya. Yang terpenting, apakah saya masih ingin menjadi temannya? Saya tahu, manusia bisa berubah kapan saja dia mau. Menjadi lebih baik ataupu...

Menuju: pulang

"Kita akan melakukan perjalanan ke luar dari kita. Mari saudaraku, kita tundukkan kepala, pejamkan mata dan cobalah bersihkan hati kita." "Apaan sich? Norak ih." Runtukku (dalam hati saja). Tapi aku mengikuti yang lainnya, yang mulai menundukkan kepala mereka. "Saudaraku, kita sedang keluar dari diri kita. Dan kita dapat melihat kehidupan kita sendiri selama ini." "Lihat apa sich? Tidak ada apa-apa kok," batinku tapi tetap mencoba ikut dalam (yang kukira) permainan ini. Tapi.. potongan-potongan pagiku tadi mulai berkelebatan dalam benakku. Dimulai dari aku bangun pagi, aku yang selalu tergesa sebelum pergi, aku yang telah membentak asisten mamaku di rumah. Semuanya mulai bergulingan dalam benakku. Kepalaku mulai terasa berat. "Saudaraku, apa yang telah kau lakukan dengan hidupmu?" Dan kepingan-kepingan hidup diriku kembali berserakan. Tak sadar, aku terisak. Melihat aku yang begitu menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk berbuat baik. Da...

Knowing "there"

Suatu siang di hari Sabtu.. "I don't belong there, mbak." Aku tersenyum, bukan karena aku menertawakan pemikiran temanku itu. Senyumku lebih karena aku sempat punya pemikiran seperti itu, dulu. Setiap saat aku berada di tengah-tengah orang lain yang kupanggil "teman", aku tidak bisa menghindar untuk tidak bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar termasuk dalam komunitas ini, atau aku hanya lagi memakai topeng nyamanku?" Tidak dapat kupungkiri kalau rasa jengah, kurang nyaman, malu ataupun terkadang minder sering aku rasakan bila lagi berkumpul dengan teman-temanku. Mungkin karena aku merasa terkadang pandanganku berbeda dengan teman-temanku. Juga gaya hidup mereka yang berbeda dengan aku. Bila kamu merasa tidak nyaman dengan teman-temanmu, apakah kamu harus pergi dari mereka? Hmmm, aku akan balik berkata.. "kenapa aku harus selalu mencoba untuk menyamakan bedaku untuk dapat diterima? Pilihan untuk hengkang dari "there" juga tidak per...