3 Juli, 2005
"Ini yang terbaik kan, Nara?"
"Ya, ini yang terbaik," lirih Nara berucap.
Malam itu dunia serasa berhenti
pekat semakin gelap
Kehidupan tak lagi bernafas
"Kenapa Nara?" Yudis hampir tak dapat mengeluarkan suaranya yang tercekat.
"Sudahlah Yudis, cobalah mengertiku." Nara memandang lekat-lekat muka Yudis, laki-laki yang mampu membuat hidupnya hidup.
"Aku mengertimu, Nara. Aku mengertimu sekali. Begitu aku mengertimu sekali, makanya aku tau ini sebenarnya bukan maumu."
"Ini yang terbaik kan, Nara?"
"Ya, ini yang terbaik," lirih Nara berucap.
Malam itu dunia serasa berhenti
pekat semakin gelap
Kehidupan tak lagi bernafas
"Kenapa Nara?" Yudis hampir tak dapat mengeluarkan suaranya yang tercekat.
"Sudahlah Yudis, cobalah mengertiku." Nara memandang lekat-lekat muka Yudis, laki-laki yang mampu membuat hidupnya hidup.
"Aku mengertimu, Nara. Aku mengertimu sekali. Begitu aku mengertimu sekali, makanya aku tau ini sebenarnya bukan maumu."
Nara diam, tak mampu menjawab, yang keluar dari mulutnya hanya, "peluk aku Yud."
Malam itu dunia serasa berhenti
seolah memberi penghormatan terakhir
untuk satu cinta
Yudis memeluk Nara, erat.
Muka mereka beradu
tak ingin saling melepaskan
Malam itu
cinta
berpisah
THE PRESENT DAY, jam 2 pagi
Naraaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!
Yudis berteriak dalam tidurnya seiring dengan bunyi handphonenya, KRIIIIIIING KRIIIINGGGGG!!!
Masih merasa gamang dengan mimpinya, Yudis memencet tombol receive, "Hal..lo."
"Yudis, ini Kana."
"Kenapa Kan?" heran, Yudis menerima telponnya Kana, kakaknya Nara.
"Yudis...Nara koma. Ada di rumah sakit."
"Koma?' Serasa kehilangan akal sesaat, Yudis bertanya.
"Rumah sakit PI. Cepet Yud." Suara Kana mulai bercampur tangis.
"Aku ke sana sekarang." Yudis berlari menuju mobilnya.
Tuhan, apa ini arti mimpiku tadi? Nara selama ini kan sehat-sehat saja, kenapa bisa koma? batin Yudis bergelombang seraya dia menstarter mobilnya dan menyetir dengan kecepatan tinggi.
Setengah jam kemudian, Yudis sampai di rumah sakit. Kana sudah menunggu di lobby. Mukanya pucat, tapi dia berusaha tenang.
"Ayo Yud." Kana mengajaknya menuju lantai 2.
"Kan, kenapa Nar....." belum selesai Yudis bertanya, pandangannya tertumbuk pada tubuh Nara yang terbaring di ruang ICU, penuh dengan selang infus.
Yudis histeris, "Kana! KENAPA DENGAN NARAKUUU? NARAKU KENAPAAAAA?? dia menggoncang-goncang tubuh Kana.
"Yudis." Seseorang memegang pundaknya dan memeluknya.
"Ibu, kenapa Narakuu?" Yudis memeluk ibunya Nara.
"Sejak dua bulan yang lalu, Nara mengidap Leukemia. Dia tahu hidupnya tak lama lagi." Ibunya Yudis bercerita.
"Nara tak pernah cerita ke aku." Yudis terisak.
"Yud, Nara menitipkan ini untuk kamu," Kana mengulurkan sebuah surat.
Yudis membukanya.
"Yudisku sayang, berpisah denganmu merupakan hal terberat dalam hidupku. Lebih berat dari Leukemia ini. Kamu harus berjalan maju Yudisku, denganku hidupmu akan berat. Aku akan menjadi sebuah beban untukmu. Aku gak mau itu. Aku mau adaku dapat meringankan hidupmu. Maafkan aku gak berbagi dengan kamu. Maaf aku gak jujur sama kamu. Maaf Yudisku...
Nara mencinta Yudis, Nara sayang Yudis.
Sejak pagi itu Yudis memegang tangan Nara erat, tak melepaskan pegangannya sedetikpun. Sampai jam 11 pagi...
Yudis mencium dahi Nara. Membisikkan Syahadat di kupingnya. Memeluknya sambil berbisik "selamat jalan, Naraku. Yudis sayang Nara."
Malam ini
tak ada tangis
terdengar
Seorang lelaki
melepaskan Naranya
pergi
menghadap Sang Khalik
Sejak pagi itu Yudis memegang tangan Nara erat, tak melepaskan pegangannya sedetikpun. Sampai jam 11 pagi...
Yudis mencium dahi Nara. Membisikkan Syahadat di kupingnya. Memeluknya sambil berbisik "selamat jalan, Naraku. Yudis sayang Nara."
Malam ini
tak ada tangis
terdengar
Seorang lelaki
melepaskan Naranya
pergi
menghadap Sang Khalik
Comments