Skip to main content

Fiksi (Republished)

Perasaan Nina

"Gimana rasanya udah ngasih tau ke orang yang kamu sayangi,
kalo kamu sayang banget sama dia?"


"Rasanya lega banget Na." Dila menjawab pertanyaan Nina
dengan senyuman. Dia tau Nina, temannya dari SD ini ingin
melakukan hal yang sama, hanya masih ragu-ragu.

"Menurut loe, Dil, Tio bakal ngomong apa
kalo gue bilang gue sayang sama dia?

"Mmm, gue jujur gak tau Na, karena gue bukan Tio.
Tapi gue yakin kok, kalo dia akan ngomong yang sejujurnya
tentang perasaanya dia sendiri."

"Gue takut Dil, gue belum siap gak jadi temennya Tio lagi."

"Well, semuanya terserah eloe Na."

"Biar gue pikir dulu deh ya, Dil."

===========================================
Malam itu seperti biasanya
Nina melakukan rutinitasnya sebelum tidur :ngelamunin Tio,
cowok baru yang dia kenal dari 3 bulan yang lalu.
Tio itu adalah cowok yang, menurut Nina sendiri,
ganteng, tinggi, keren dan cool. Tapi sayangnya
Nina adalah tipe cewek yang terlalu takut
untuk nyatain perasaannya sendiri.
Jam di hapenya sudah menunjukkan angka 22.55, tapi...

"Tuhan, sampe kapan sich, aku harus memandangi
nomor telponnya tanpa ada keberanian untuk nelpon dia?
resah, Nina mulai rutinitas berikutnya:
mengadu sama Tuhan setiap malam.Akhirnya....

Hai Pak..lagi ngapain? udah tidur ya?

Option

Send to 081214687267

OK.......... Clear

OK

tit..tit..tit...

message delivered.
Nina menghapus delivery status SMSnya.
Resah mulai menyerang Nina, gak tahan akhirnya...

"Halo, Dil, udah tidur belom?"

"Belom Na, kenapa say?"

"Gue barusan sms Tio, nyesel nich gue,abis sms gue garing
gitu." Nina baring di tempat tidurnya sambil
megang gagang telpon di tangan kirinya.

"Lho, kok garing sich say? emangnya loe sms apa ke Tio?"

"Gue cuman nanya dia lagi ngapain. Garing kan?"

"Dia gak ada pulsa kali Na. Sabar donk ah neng."

Kring....kringgg...kriiiinggg..

"eh bentar Dil, hape gue bunyi."

Nina ngambil hapenya di deket komputer. Mukanya langsung
berubah...

"Dil, Tio NELPON! udah dulu yaa."

"Oke deh say, cieee, ntar ceritain yaa."

"Iya iya.."


Gak sabar Nina nutup telponnya, dan langsung neken tombol
receive di hapennya.

Tio dan Nina-On the Phone

"Halo." Nina ber-halo dengan suara yang ia buat sewajar
mungkin.


"Halo, maaf, saya Tio. Tadi saya dapat SMS dari nomer ini.
Boleh saya tau ini siapa ya?" suara sopan dan formalnya
Tio terdengar di ujung telpon sana.

"Hei Yo,ini aku lagi,Nina." Seperti petinju yang abis di-KO
lawannya,Nina menjawab.Dia patah hati berat,Tio
ENGGAK NGESAVE nomernya.


"Oooo Nina."

"Aduh,sombong sekali ya elo, nomer gue diapus."
(Perasaan loe udah ngesave nomer gue dech dari 3 bulan
yang lalu) Nina membatin.(aduuuh,kok gue
so' manja banget ya?)
Nina langsung menyesal dalam hati
(lagi), sedetik abis dia ngomong gitu.

"Bukannya sombong Nin, tapi gue tuh ngesave nomer
loe di hape gue yang satunya.
Gue lagi pake casing yang laen.
Sorry ya."

"oooo gitu toh." Nina tetap dengan suara jaimnya,
padahal dalem hati dia
udah mau lompat-lompat seneng.

"Iya gitu. Eh, belom tidur?"

"Belom nih,insomnia." (dalem hati:mikirin eloe).
Tapi seorang Nina
gak pernah mau mengakui kalo
dia lagi kangen sama seseorang.
No...!! itu bukan Nina banget.
"Ada ide gak, gimana supaya gue bisa tidur?"

"Mmmm, apa ya? coba minum susu dech.
Lagian udah malam lho." suara Tio, yang menurut Nina teduh banget,
masih terdengar.

"Gitu ya? Iya dech gue coba. Thanks ya, Yo."

"You're welcome."

Nina membalas lagi, "Oke dech, gue mau buat
susu nih sekarang. Loe mau gak?"

"loe aja dech. Gue dengerin loe minum aja."
Tio menjawab dengan nada becanda.

"heheeheh. Ya sud, gue mau bikin susu dulu.
Abis itu mau langsung tidur."

"Oke dech. Kalo gitu, good night Nina."

"Night,Tio. Thanks ya."

"Byeee."

"Byeee."

Begitu telpon ditutup, Nina langsung
menarik nafas panjang,
aaaaaaaaaaaaaaahhh....!!!
Nina mengikuti saran Tio, bikin susu hangat.
Dan setengah jam abis minum, Nina langsung tidur.

How They Met

Tit..tit..tiiiit..



Bunyi hape yang menandakan ada SMS masuk
membangunkan Nina yang masih tertidur pulas,
biarpun jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi.


"hoaaaaaa, siapa sich? masih pagi juga udah SMS."
sambil ngedumel Nina meraih hapenya di samping
bantal garfiednya.


"Say,ngapain Tio nelpon? sebel ih, gue sampe penasaran
nungguin loe telpon gue semalem." isi SMS, yang ternyata
dari Dila (sahabatnya yang juga temen kantornya).


Sambil senyum-senyum mengingat telpon Tio semalam,
Nina sengaja gak ngebales SMS Dila. Malah Nina langsung
mandi dan sarapan dulu, baru pas jam 10...

"Hai non, lagi ngapain?"

"Woiii, SEBEL, SMS gue gak dibales!"
semprot Dila di ujung telpon sana.

Nina terkekeh,"sengaja gue, biar loe penasaran."

"Huu, garing loe. Cepetan cerita,kenapa Tio telpon?"
Dila terdengar gak sabar.

"Iiih napsu amat mbak (suara Nina menggoda Dila),
sebenarnya gak kenapa-kenapa sich Tio telpon.
Cuman dia mau ngecek nomer siapa yang sms dia."

"Truuss,selain itu ngobrolin apa lagi?" suara Dila terdengar semangat banget di ujung tali telpon.

"Gak ada lagi. Nothing's special." Nina menjawab.

"gak ada? duh, ini loe yang garing atau dianya
yang gak bisa nangkep suara penuh cintanya loe?"

"Enak aja garing !" suara tawa Nina disusul Dila terdengar.

"Say, udah dulu ya, gue belom nyiapin bahan
untuk kelas gue entar."

"Oke dech Na. Sampe ketemu entar yaa."
=========================
Tapi Nina gak langsung nyari bahan untuk kelasnya entar,
malah sekarang Nina balik lagi berbaring di tempat tidurnya
sambil masih senyum-senyum sendiri nginget telpon semalam.
Walopun Nina baru kenal Tio selama 3 bulan,
tapi ada sesuatu di dirinya yang bikin Nina
jatuh cinta banget sama dia. Mungkin karena
ada satu kebiasaan Tio yang gak biasa banget untk cowok.
Dia itu selalu dan pasti cuci muka sebelum masuk kelas,
yang buat dia selalu wangi dan bikin Nina selalu pengen
deket-deket sama dia.Siang itu ingatan Nina kembali
ke awal pertemuan mereka. Tiga bulan yang lalu

HOW THEY MET

Hari itu Nina pergi ke kantornya seperti biasa
jam 3 sore, dan pas dia nyampe di ruang kantor
dia melihat ada seorang laki-laki berkulit
muka bersih, duduk membaca, diam seolah tak
ada seorangpun di ruangan itu.


"Siapa sich?" bisik Nina ke Santi, temen kerjanya.


"Guru baru kali, gue juga gak tau pasti dech.
Abis dari tadi dia gak ngomong apa-apa." Santi bales berbisik.


Pas mereka lagi bisik-bisik, tiba-tiba laki-laki
yang sedang mereka omongin itu menoleh ke arah Nina.


Merasa ke-gap lagi ngomongin dia, Nina langsung
ngomong "eh, mas, guru baru ya?"


Cowok-yang-belum-diketahui-namanya-itu
menjawab singkat "iya."


"Siapa namanya? Nina- tipe
cewek-yang-pengen-bisa-berteman-dengan-siapa-saja
nanya lagi.

"Saya Tio."

"Saya Nina, dan ini Santi." sambil ngomong,
Nina menunjuk ke Santi.

"Hai." cuman sepatah kata yang keluar dari mulut cowok
yang ternyata bernama Tio itu.

"Hai, welcome to the jungle ya," canda Santi.

Tio cuman diam, hanya sedikit senyum di bibirnya.

Nina yang gak biasa ngeliat orang pendiem, apalagi
cowok pendiem, jadi penasaran ngeliat guru baru
di kantornya. Tapi sebelum bisa so' kenal lebih
deket lagi, dia sudah harus masuk ke kelasnya.

Aliran yang Baru

"Oke class, that's all for today, thank you
for coming and I see on Wednesday," hari sudah gelap
ketika Nina mengakhiri kelasnya. Saat muridnya yang
terakhir keluar dari kelas diapun keluar dan menuju
ke kantornya. Pas Nina masuk di kantornya, ternyata
temen-temn guru yang lainnya sudah ngumpul semua
di situ, juga Tio,
guru cowok yang baru itupun masih ada di situ.

Nina menyimpan map absennya di lemari ketika Rendi,
bosnya ngomong sesuatu, "Teachers, attention please.
I want you to
meet your new colleague, Tio."


Langsung secara bergantian semua guru di situ ngomong,
"Hai Tio, selamat bergabung ya", "welcome to the jungle".
Dan Tio, pusat perhatian malam itu hanya bolak-balik
menjawab,
"thank you, makasih yaa." Nina yang sudah merasa capek
banget dan pinggangnya yang pegel minta dipijet
gak ikut menyambut temen barunya itu karena dia
merasa toh tadi udah kenalan.

"Na, sini bentar deh," panggil Rendi bosnya.


"kenapa Rend?" bales Nina dengan santai,
karena memang di tempat kerjanya tidak
ada peraturan untuk saling memanggil dengan
sebutan pak atau bu antarsesama guru.

"Loe ngajar kelas Basic 3 ya?" tanya Rendi.

"yes, why?"

"Pinjemin donk buku loe ke Tio, because he's
going to teach that level too."


"Oke, nich bukunya." Nina-tanpa banyak
tanya lagi-langsung nyodorin bukunya ke Tio.


"Thanks ya."


"You're welcome, tapi besok bawa ya,"balas Nina.


"Ok oke," Tio meng-okekan.


"Ya sud, gue pulang dulu ya Rend, Yo."
Nina langsung pamit untuk pulang dan berjalan
menuju mobilnya di parkiran, saat tak lama..


"Na,Nina.." ada suara yang memanggilnya.


Nina menoleh dan heran waktu ngeliat Tio yang
mengejar di belakangnya. "Kenapa Yo?"


"Mmm, can I have your phone number, just in case
I wanna ask you something about the book?"


"boleh aja, nomer gue 0817122987, kalo
nomer loe?" Nina balik bertanya.


"Nomerku 081214687267."


"Sip, udah ya gue balik."


"Bye Na."


Dan..Tio memang menelponnya malam itu,
juga malam-malam berikutnya. Ternyata Tio tidak
sependiam yang Nina bayangkan, karena dia itu
lumayan nyambung di telpon, juga lumayan terbuka
(walopun kalo sifat moody-nya muncul, dia bisa berubah
menjadi sedingin es).
===========================================
Gak terasa sudah 3 bulan Tio menjadi teman
Nina, temen kantor, temen ngobrol di telpon, temen.
Hanya temen, tadinya. Tapi sekarang..
Nina merasakan sesuatu yang beda, ada aliran
yang gak lagi sama dia rasakan setiap kali
matanya menatap Tio, ngobrol dengannya
atau sekedar berpapasan dengannya.


Seperti aliran listrik
mengalir, menggetarkan


Itulah cinta


Apakah seorang Nina (yang berusaha untuk selalu nyuekin
setiap ada perasaan yang sama hinggap
di hatinya) telah jatuh

cinta kepada seorang Tio?


Asaku timbul kembali
setelah sekian lama hilang
Rasaku kembali cair
setelah lama ditinggalkan beku mendingin
Senandung kembali terdengar
setelah lama bait-bait lagu tak terdengar
Mungkinkah aku
telah jatuh cinta kepadamu


Ada yang Jaim
"Mbak, mbak..bangun."


Nina merasakan ada suara yang memanggilnya dari kejauhan.


"Mbak, bangun. Udah jam 2 lho, gak ngajar?"


Suara yang dia dengar makin jelas, Nina mulai
membuka matanya,berat.Dia meliat mbak Muri,asisten ibunya,
berdiri di samping tempat tidurnya
sambil menepuk-nepuk bahunya.


"Iya mbaak, udah bangun." Sambil
bangun dari posisi tidur Nina menguap.


Nina langsung menyiapkan segala keperluan
ngajarnya untuk hari ini, dan karena hari ini
dia ngajar kelas yang isinya murid berjender cowok semua,
makanya Nina memilih memakai kemeja birunya
yang dipadukan dengan rok hitam. Warna biru kan
mengandung unsur "tenang" dan untuk ngajar kelas cowok,
ketenangan amat sangat perlu dimiliki, bukan?


Masih sepi sewaktu Nina nyampe di kantornya,
hanya ada Santi yang memang selalu datang lebih awal.


"Halo cinta." Nina menyapa Santi yang juga
sahabatnya dengan panggilan sayang mereka berdua.


"Hai cin," senyum, Santi menyapa Nina.


"Kok masih sepi sich? Rendi belom dateng?"


"Hari ini Rendi ijin kata Bu Lia," saut Santi.


"Oooo, kalo Tio?"


"Belom tuh, paling juga agak telat," jawab Santi sambil nyodorin buku absen ke Nina.


"Hehe, seperti biasa yaaa." Nina terkekeh.


"Tau tuh, cowok loe," goda Santi.


"Iiih, siapa yang cowok gue?" Nina tersipu, tapi dalam hati seneng.


Sudah hampir jam setengah 4 pas Tio-The-Rush-Guy
(nick name dari Nina dan Santi, meliat kebiasaan
Tio yang selalu terburu-buru) nyampe di kantor.
Tapi tumben sore ini, Tio bukan Mr.The Rush Guy,
karena pas dia dateng, dia gak langsung tanda tangani buku absen tapi malah...


"Hai Nin," Tio menatapnya sambil duduk.


Seorang lelaki angkuh memandang
Saat cinta balik memandang

akankah lelaki itu
meluruhkan angkuhnya


Jengah,karena ditatap,Nina berusaha menghindar
tatapannya sambil nyodorin buku absen. "Tanda tangan dulu nich."

"Nin,gue mau ke kamar mandi dulu ya," Santi berdiri dari duduknya.

Nina menatap wajah Santi dengan pandangan
"loe-kok-ninggalin-gue-sendiri-sama-dia-sich?" tapi
Santi pura-pura nggak ngeliat Nina.

"Semalem tidur jam berapa jadinya, Na?" Tio bertanya, santai.

"Cepet kok, yaa abis kita telpon itu, gue langsung tidur."

"Emang loe biasa insomnia ya, Na?"

"Enggak juga sich."


Sejak mengenal kamu
aku ingin pagi cepat datang lagi

Sejak mengenal kamu
aku merasa takut lagi takut kehilangan kamu

Sejak mengenal kamu
malam serasa berat
karena harus berhenti memikirkanmu



"Yang gue tau, orang insomnia biasanya karena
lagi ada yang dipikirin." Suara Tio tetap santai,
tapi entah kenapa Nina merasakan ada penekanan pada kata dipikirin.

"Ah, enggak kok, gak ada yang dipikirin."

"Bener nich?" Tio, menggoda.

"Iiiih,beneeer.."

"Loe gak lagi mikirin gue kan?"

JEGEEEEEERRRRRRRRR !!! Seperti
mendengar petir di siang bolong, Nina kaget
banget waktu ngedenger pertanyaan Tio, tapi sebelum dia jawab, Dila dateng.

"Eheeeeeeeeeem," Dila berdehem panjang menghampiri Nina dan Tio.

"Hei,tumben loe baru dateng, biasanya cepet,"
sapa Nina yang lega karena ada orang lain di ruangan ini.

"Macet bangeet tau."

"Dil,masuk yok,udah jam 4,"
langsung Nina ngajak Dila masuk ke kelas, padahal dia
takut kalo Tio bakal nanya lagi.

"Ayo dech."

"Yo, loe mau ke kelas juga gak?" Nina berbasa-basi ke Tio.

"Duluan dech, gue mau cuci tangan dulu."

"See you later."

Pas keluar dari kantor, mereka papasan sama Santi, "San,kita mau masuk dulu ya," Dila menyapa Santi.

"Good luck," bales Santi.

Dalam perjalanan menuju kelas mereka..

"Ngapain loe, pake berdehem-dehem segala tadi?"

Dila terbahak, "lagian kalian lucu deh,
udah sering telpon-telponan, tapi kalo ketemu sama-sama jaim."

"Yaa gue jaim soalnya dianya jaim, masa'
gue harus lebih bersemangat dari dia?
Ah,udah ah, tuh murid gue dah dateng,"
Nina bergegas menuju kelasnya.

"Daaa."
Sewaktu Nina di kelas, sekilas dia melihat
Tio setengah berlari menuju ke kelasnya juga,
karena memang kelasnya di samping kelasnya Nina.

Yang salah dengan Tio

Langit sudah gelap saat Nina menyudahi kelasnya hari ini,
dan ia langsung keluar dari kelasnya
begitu muridnya yang terakhir keluar.

"Hai mbak, udah selesai ngajarnya?"
Nina mendengar ada yang memanggilnya ketika ia
turun tangga, ternyata Rama, yang berjalan ke arahnya.

"Hai,iya nich udah selesai." (dalam hati Nina berpikir:
duh, dari dulu aku dipanggilnya mbak terus).

"Gimana kelasnya hari ini mbak?"

"Mmmm, lumayan deh, kalo mas."
(entah kenapa Nina selalu memanggil mas dengan Rama).

"Alhamdulillaah lancar.
Mbak Nina,punya bahan apa untuk di kelas biar kelasnya hidup?"

"Mmmm, apa ya mas? aku sendiri suka spontan
aja sih kalo di kelas," Nina terkekeh malu.

"Tapi kan mbak lulusan Sastra, pasti banyak bahan donk," Rama, tersenyum.

"Aaaah gak juga kok, tapi besok aku bawain
deh games buat di kelas."

"Makasih yaa."

Rama dan Nina sampai di kantor, di situ
ada Santi yang lagi di depan komputer.

"San, Tio belum dateng?" bisik Nina ke Santi.

"Belum tuh, kenapa?"

"iya, kenapa sich San? orang gak jelas gitu loe tanyain?!"

"Iiiih kenapa sich loe Dil, dateng-
dateng kok marah-marah?" Nina bertanya, heran.
Sahabatnya Dila ini memang unik, ceplas-ceplos,
gampang emosian,
tapi cepet redanya juga.

Masih dengan nada tinggi Dila menjawab,
"aah males gue ngomongin dia, loe gak tau sich Na,
tadi dia ngomong apa ke Santi."

"Loh emang tadi dia ngomong apa ke eloe San?"
Nina memandang Santi dengan pandangan bertanya.

"Mmm, udah ah gak usah dibahas." Santi beranjak dari duduk.

"Lho, kok gak usah dibahas sich?
emang kenapa sich? Nina mencoba bertanya lagi
sambil mengikuti Santi.

"Gak kok, gak ada apa-apa. Tio gak ngomong
apa-apa," elak Santi.

Nina gak bisa ngomong lagi karena Santi
sudah keburu keluar menuju kamar mandi.

"Dil, kenapa sich?" Nina menghampiri Dila.

Dila gak bisa menjawab, karena Tio, orang
yang lagi mereka bicarain, sudah masuk ke kantor.

"Ya udah deh Dil, gue pulang dulu ya kalo gitu,
Assalamualaikum," sambil mencium kening sahabatnya, Nina pamit.

" Ya udah, hati-hati ya."

Nina pulang ke rumah, tapi dengan tanda
tanya besar ngeliat sikap
kedua sahabatnya itu.
******************
Jam setengah delapan malam, akhirnya Nina nelpon Santi.

Semenit..dua menit..tiga menit...
baru terdengar bunyi handphone diangkat
di seberang sana.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam San, ini gue," jawab Nina.

"Eh Na, ada apa?"


Tanpa basa-basi lagi Nina ngomong,
"San, kenapa sich tadi? emangnya Tio ngomong apa sama eloe?"


Terdengar tawa Santi di ujung telpon, "aduuuh Na,
loe tuh ya, masih yang tadi aja ditanyain."


"Iiiih gue serius nich, ayo doong kasih tau."


Suara Santi berubah, serius,
"Jadi gini Na, waktu loe masuk kelas tadi,
gue tuh ngajak ngobrol Tio.
Gue bilang ke dia kalo dia tuh rajin banget ya ngajarnya,
sampe pas pulangpun, dia yang selalu terakhir keluar kelas."


"Terus, dia jawab apa?"


"Terus dia jawab, kalo dia lebih seneng
ngajar daripada jadi guru pengganti.
Jujur Na, gue sedikit tersinggung, abis dia keliatan
ngeremehin guru pengganti."


"Hah?? Dia yang ngomong gitu?
Kok sombong banget sich?" kaget, Nina mendengar cerita Santi.


"Sorry ya Na, gue bukan mau ngejelek-jelekin Tio."


"Gak papa kok, San. Thanks udah cerita."


"Loe gak marah kan Na?" suara Santi terdengar kuatir.


"Gak kok, ngapain harus marah. Ya sud,
gue mau nonton dulu ya San. Assalamualaikum."
"Waalaikumussallam."
Setelah menelpon Santi, Nina kembali memencet
tombol telponnya. Kali ini ia menelpon hapenya Dila.


"Woi," gaya khas Dila kalo terima telpon darinya.


"Dil, gue barusan telpon Santi and dia udah cerita,"
Nina langsung ke pokok pembicaraan.


"Jadi loe udah tau donk."


"Iya, gue udah tau. Eh, tapi tadi kan loe bareng
gue ke kelasnya, kok loe bisa denger?"


"Iya, tadi kita bareng kan, tapi ternyata
gue ada yang ketinggalan di kantor. Nah pas gue balik itu,
gue denger Tio ngomong gitu."


"Trus?"


"Nah..pas dia ngomong gitu, Santinya diem aja.
Sumpah gue sebel Tio ngomong gitu, makanya gue
bilang aja kalo jadi guru pengganti tuh gak apa-apa juga,"
suara Dila terdengar sedikit emosi.


"I see."


"Makanya Na, loe kok suka sich sama cowok model Tio gitu? Sombong!"


"Gue tadinya mengira dia cuman penampilannya
aja yang dingin, gue gak mau suuzhon dulu Dil," suara Nina melemah.


"Nah, sekarang loe udah tau kalo Tio kayak gitu orangnya. Kalo gue sich males Na!"


"Sebenarnya gue udah merasa kok Tio orangnya agak-agak
sombong, tapi gue gak mau ngejudge dia dulu. Karena gue
toh belum pernah jalan sama dia.."


"Aduuuh Nindia Erraningtyas....loe masih berharap aja!"
Dila berteriak dengan menyebut nama lengkapnya.


"Bukannya gitu Dil, dengerin dulu.
Gue cuman pengen ngebuktiin kalo semua teori
tentang Tio itu salah. Yang loe bilang kalo dia
tuh sombong, angkuh, senga' itu salah.
Tapi ternyata gue gak perlu jalan sama dia
untuk ngebuktiin teori itu. Ternyata dia emang begitu,"
suara Nina terdengar sedih.


"Ya udahlaah Na, anggep aja dia cuman kereta yang lewat,"
Dila berusaha menghibur sahabatnya, wanita dengan hati selembut salju.


"Iya deh Dil, udah dulu yaa."


"Ya udah, byee."


"Byee."


Setelah menutup telpon, Nia termangu.


Aku termangu..diam
Saat tak ada kata-kata lagi
yang layak diucapkan
Saat tak lagi ada suatupun dapat kulakukan
Setelah semua sudah selesai
tak tersisa
Aku hanya bisu
dalam sunyi yang tercipta

ketika yang tercinta
pergi


Okelah, memang Tio dan aku pernah ngobrol.
Tapi gak lebih dari 15 menit,dan selama ini
aku yang selalu memulai.
Setiap telpon, setiap SMS.
Tio gak pernah memulai. Aku memang manusia bodoh.
Nina bermain dalam pikirannya sambil berbaring di
tempat tidur.Tapi bukanlah seorang Nina yang akan
menangis karena seseorang. Malah, dalam hati ia merasa marah.


Aku adalah bintang
dan bintang tak pernah meredup
walau kesedihan menerpa
seperti hujan di malam hari


Berantem?


Sudah hampir jam setengah 11 malam, tapi
Nina tetap gak bisa memejamkan matanya.
Akhirnya Nina bangun dari tempat tidurnya
dan menghampiri meja kerjanya yang berwarna
pink, menyalakan komputer dan modemnya.
Begitu keduanya nyala, langsung muncul
sebuah kotak Yahoo Messenger yang berkedip-kedip di
komputernya. Nina mengklik kotak tersebut.
Dla: Hei bu...kok belom tidur?
Nindia: hehe..gak bisa tidur.
Dla: masih mikirin Tio?
Nindia: enggaaaaak....
Dla: How do you feel now?
Nindia: to tell you the truth....gue gak terima.
Dla: gak terima kenapa? karena dicuekin sama Tio :D
Nindia: Hahahahahaha....enak aja! Bukan.
Tapi hati gue gak terima aja kalo picture
perfect gue tentang Tio ternyata salah.
Dla:maksud loe?
Nindia:Gini lho, kan selama ini bayangan gue
tentang seorang Tio Iqbal Adriansyah itu dia keren,
cool,baek,pinter,asyik kalo diajak ngobrol dan
1001 yang baek-baek lainnya. Tapi ternyata....
Dla:Tapi ternyata dia gak sesempurna bayangan loe.
Nindia:Iya :(
Dla:Naah itu karena eloe yang nyiptain dia untuk perfect kayak gitu.
Nindia:Iya siich emang.
Dla:Emang loe sama sekali belum pernah ngobrol berdua sama dia?
Nindia:Pernah sekali, tapi itupun amat singkat sekali.
Saking singkatnya bisa masuk dalam Guiness Book of
Records kaleee, untuk percakapan tersingkat..hehehehehe..
Dla:ROLF
Nindia: Loe tau gak Dil?
Dla: Apa?
Nindia: Gue gak minta banyak kok...cuman sekaliiiii
aja kesempatan untuk ngobrol berdua sama dia.
Sekali aja kesempatan for me to get to know him better.
Dla: well, u creat that chance donk bu.
Nindia: he eh sich... eh, gw ngantuk nih. udahan yaa.
Dla:ok, byeee...eh Nin...Nindia:apa?
Dla:sorry tadi gue marah sama eloe. Emosi gue...
Nindia:it's ok say.


Nindia Sign out


Ok
"Mmmmm...picture perfect? Maybe..."Nina berpikir
sambil nepuk-nepuk bantal Garfieldnya.
"Bismillaahirrahmaanirraahii," Nina berdoa sebelum tidur.
===========================================
Waktu Santi dapet komentar-yang dingin-dalem-dan terkesan
arogan dari Tio, Dila terkesan sangat emosi, dan mungkin
marah sama Nina karena dia mengiyakan perbuatan Tio
secara tidak langsung.Makanya pas besoknya begitu ketemu sama Tio...


"Yo, gue mau bicara."


Tio yang baru dateng, sedikit kaget ditembak' sama Nina,
"eh, bicara apa Nin?"


"Loe ngomong apa sama Santi kemaren?" tanya Nina tanpa basa-basi.


"Nin..what are you doing?" bisik Santi yang udah dateng juga dengan takut-takut.


"Ngomong apa sih Nin, gue gak ngerti?
Tio masih dengan cueknya nanggepin sambil nulis.


"EH, LOE KALO DIAJAK NGOMONG LIAT GUE DONK!"
Suara Nina mulai meninggi.


Raut muka Tio langsung berubah, membanting
pulpennya dan berdiri, "Kenapa sich loe? Loe.."
suara Tio juga mulai meninggi.


Nina dan Tio berdiri saling berpandangan, tajam.


Tanpa basa-basi langsung Nina motong,
"Jadi...loe pikir guru pengganti itu gak penting yaa???"


"Ooooh itu, maksud gue gini..."


"Alaaaah, gak usah pake alasan segala deh.
Jangan mentang-mentang loe lulusan S2, dari Kanada,
pinter, trus loe bisa ngeremehin orang!"


"Dengerin gue dulu donk Nin, jangan judgemental gitu."

"Gue judgemental? bukannya eloe???"

"Gini lho Nina.."

"Alaaah udah deeh, gak usah pake ngeles segala!"


"UDAH SELESAI BELOM, GUE MAU BICARA!"
gantian Tio meninggi suaranya.


Nina diam.

"Gini Nin, gue kemaren gak maksud apa-apa sebenarnya.
Dan San..I'm sorry, that was a stupid remark I made,"
kata Tio melembut sambil ngeliat Santi.


"Gampang yaa minta maaf," Nina masih gak terima.


"What do you want me to do?" nada suara Tio berubah, melembut.


"I..I....you..you should change the way you act to other people."


"Duh..kok aku jadi gugup sih?" dalam hati Nina berbisik.


"I'm sorry Nina."


Nina menangkap ketulusan.
"Oke, gue terima. Maaf tadi aku emosi,"
akhirnya Nina yang hampir speechless ngeliat
sikap Tio yang berubah 180 derajat, bisa ngomong juga.


Hampir 2 menit Nina dan Tio berdiri saling
memandang tanpa berbicara, tapi kali ini
tatapan mata Tio berbeda. Lembut,
membelai sekaligus mengobrak-abrik pintu hati Nina.


"Halooo semuaaa," suara Dila yang baru datang
mengagetkan semua yang ada di ruang itu.

Spontan Nina dan Tio melepaskan pandangan mereka.


"Hai..hai," kali ini Rendi yang masuk.
Rendi ini termasuk bos yang funky, liat aja bajunya hari ini.
Celana panjang hitam, kemeja merah, dan dasi hijau.
Uuuggghhh, gak banget deh.

"Hari ini muridnya pada libur, jadi gak ada kelas.
So, if you wanna leave now it's ok,"
Rendi ngomong sambil nyalain komputer.

"Ya udah, deh. Gue pulang lagi. San, mau bareng gak?" ajak Dila.

"Ayo deh," Santi mengiyakan sambil mengambil tasnya.

"Kalo gitu, gue juga pulang deh.
Bye semuaaa," Nina juga ngambil tasnya dan berjalan ke luar.

"Na....Ninaaa!"

Nina menoleh, terlihat Tio yang mengejar di belakangnya.

"Duh, loe jalannya cepet banget sih Na," Tio ngomel.

Tak sadar Nina tersenyum. "Kenapa Yo?"

"Loe pulang dijemput ya Na?"

"Gak, hari ini gue pulang harus naek taksi.
Mobil gue ngambek, harus masuk bengkel gitu deh."

"Gue anter mau?"

Hah? Tio nganter gue? yang bener aja?
dalam hati Nina menahan diri untuk gak
jingkrak-jingkrak kesenangan.

"Boleh."

"Kalo gitu, yuk. Itu motor gue.
Loe gak takut kan naek motor?" goda Tio.

"Iiih enak aja."

"Gue laper nich, mampir makan dulu mau gak?"

"Boleh," lagi-lagi Nina mengiyakan sambil masang helm.


Penasaran kelanjutan Tio dan Nina, apakah
mereka ada chemistry? Nantikan kelanjutannya..SOON!

Comments

nie said…
ada penulisan nama yg salah tuh, ya. coba dibaca lg pelan2 ya.
overall dah bagus koq :)
Noir said…
Hihihihi...sounds familiar ;)
Lili said…
KIsah cinta gak ada matinye deh...ciiieee...Tio tuh jadi nama fav yah??

Terusin...

BTW, boleh kirim ajah list doanya ke indra_lili@yahoo.com
Johanamay said…
cie....kyanya gw pernah baca dimana yach?or rada2 mirip alur ceritanya kale yach ya? overall good job girl:)
hariman said…
feels so real.
yaya, gaya penulisan loe bagus banget, boleh gue tiru gak? :D
Yaya koq lama siy bikin endingnya, kirain tadi dah mo dibikin jadian tuch si nina n tio.. tp gpp, cerbernya boleh niy didaptarin ke majalah :)
Milka said…
hi .. nice blog, nice stories ..
mampir yaa ..

Popular posts from this blog

Nila di Belanga susu

S aat kamu mengira kalau kamu telah benar-benar mengenal seseorang yang telah kamu anggap dan menganggapmu sebagai seorang teman, orang itu mengatakan sesuatu yang begitu menusuk hati kamu. Saya telah dibunuh.. Butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk mencerna kenyataan yang benar-benar terjadi pada diri saya saat itu. Butuh waktu bagi saya untuk belajar kalau tidak semua niat baik akan dianggap baik juga oleh orang lain. Butuh waktu bagi saya untuk berpikir apakah saya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain dengan niat baik saya. Butuh waktu bagi saya untuk benar-benar menyadari kalau yang "seorang teman saya" katakan itu salah dan saya berhak untuk kecewa, marah dan sedih. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga Butuh waktu bagi saya untuk jujur pada diri saya sendiri apakah seseorang itu benar-benar layak menjadi teman saya. Yang terpenting, apakah saya masih ingin menjadi temannya? Saya tahu, manusia bisa berubah kapan saja dia mau. Menjadi lebih baik ataupu...

Menuju: pulang

"Kita akan melakukan perjalanan ke luar dari kita. Mari saudaraku, kita tundukkan kepala, pejamkan mata dan cobalah bersihkan hati kita." "Apaan sich? Norak ih." Runtukku (dalam hati saja). Tapi aku mengikuti yang lainnya, yang mulai menundukkan kepala mereka. "Saudaraku, kita sedang keluar dari diri kita. Dan kita dapat melihat kehidupan kita sendiri selama ini." "Lihat apa sich? Tidak ada apa-apa kok," batinku tapi tetap mencoba ikut dalam (yang kukira) permainan ini. Tapi.. potongan-potongan pagiku tadi mulai berkelebatan dalam benakku. Dimulai dari aku bangun pagi, aku yang selalu tergesa sebelum pergi, aku yang telah membentak asisten mamaku di rumah. Semuanya mulai bergulingan dalam benakku. Kepalaku mulai terasa berat. "Saudaraku, apa yang telah kau lakukan dengan hidupmu?" Dan kepingan-kepingan hidup diriku kembali berserakan. Tak sadar, aku terisak. Melihat aku yang begitu menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk berbuat baik. Da...

Knowing "there"

Suatu siang di hari Sabtu.. "I don't belong there, mbak." Aku tersenyum, bukan karena aku menertawakan pemikiran temanku itu. Senyumku lebih karena aku sempat punya pemikiran seperti itu, dulu. Setiap saat aku berada di tengah-tengah orang lain yang kupanggil "teman", aku tidak bisa menghindar untuk tidak bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar termasuk dalam komunitas ini, atau aku hanya lagi memakai topeng nyamanku?" Tidak dapat kupungkiri kalau rasa jengah, kurang nyaman, malu ataupun terkadang minder sering aku rasakan bila lagi berkumpul dengan teman-temanku. Mungkin karena aku merasa terkadang pandanganku berbeda dengan teman-temanku. Juga gaya hidup mereka yang berbeda dengan aku. Bila kamu merasa tidak nyaman dengan teman-temanmu, apakah kamu harus pergi dari mereka? Hmmm, aku akan balik berkata.. "kenapa aku harus selalu mencoba untuk menyamakan bedaku untuk dapat diterima? Pilihan untuk hengkang dari "there" juga tidak per...