Skip to main content

"Enggak pake lama."

"Iiiih, koq lama sich?" saya menggerutu menunggu koneksi internet yang tidak kunjung tersambung.

Hal yang sama tidak hanya terjadi sekali atau dua kali saja terhadap koneksi internet saya ini. Intinya..sudah biasa!

Seraya menunggu sambungan internet, saya mencoba mengerjakan hal lain (tetap di komputer). Seperti, mengatur folder-folder biar lebih rapih, mengerjakan pekerjaan terjemahan yang belum selesai, atau bahkan mencoba mengganti tampilan screensaver komputer saya.

Sejauh ini, itulah pilihan cara saya untuk mengalihkan pikiran dari "menunggu koneksi internet." Daripada marah-marah kan?

Ngomong-ngomong menunggu, ternyata ada lho "proses menunggu yang lain" yang lebih lama lagi. Contohnya...
menunggu "jodoh kita masing-masing."

Tunggu...tunggu...
ini bukan berarti saya tidak sabar lho, menunggu yang satu itu. Saya percaya kok, urusan yang satu itu udah ada yang ngatur

Tapi..ada juga orang yang males menunggu, dan akhirnya berakhir dengan seseorang (siapapun dia) yang bukan pilihannya dia. Kasian ya kalo udah begitu?

Kalau saya sih..memilih menunggu dan berusaha tentunya. Sambil menunggu, kan bisa melakukan hal lainnya di hidup saya. Lho, emangnya saya yang nulis ini masih berstatus sendiri? Eh, bukannya iklan lho *senyum Mode Menyala.

Coba, berani enggak berdoa sama Tuhan minta jodoh, tapi doanya diakhiri dengan kata-kata: "tapi, enggak pake lama ya Tuhan."

Comments

dodY said…
kamu siy... ngga cari jodoh yg broadband punya! dijamin cepet laku! heuehuehue
Kartina Mutien said…
ya..,jodoh dah ada yang ngatur..,tapi bukan berarti kita harus nunggu begitu ajah..setidaknya kita juga kudu berusaha..,tapi ingat ya..,soal yg satu ini jangan salah memilih..,karena ini untuk seterusnya bukan untuk sementara..,jangan sampai menyesal diakhir karena sudah salah pilih..,bener ga ya..
salam ach
nl said…
iya, walaupun udah ada yang ngatur..tetep harus usaha juga loh..
kalo gak malah kejadian siti nurbaya terulang..

Popular posts from this blog

Nila di Belanga susu

S aat kamu mengira kalau kamu telah benar-benar mengenal seseorang yang telah kamu anggap dan menganggapmu sebagai seorang teman, orang itu mengatakan sesuatu yang begitu menusuk hati kamu. Saya telah dibunuh.. Butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk mencerna kenyataan yang benar-benar terjadi pada diri saya saat itu. Butuh waktu bagi saya untuk belajar kalau tidak semua niat baik akan dianggap baik juga oleh orang lain. Butuh waktu bagi saya untuk berpikir apakah saya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain dengan niat baik saya. Butuh waktu bagi saya untuk benar-benar menyadari kalau yang "seorang teman saya" katakan itu salah dan saya berhak untuk kecewa, marah dan sedih. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga Butuh waktu bagi saya untuk jujur pada diri saya sendiri apakah seseorang itu benar-benar layak menjadi teman saya. Yang terpenting, apakah saya masih ingin menjadi temannya? Saya tahu, manusia bisa berubah kapan saja dia mau. Menjadi lebih baik ataupu...

Menuju: pulang

"Kita akan melakukan perjalanan ke luar dari kita. Mari saudaraku, kita tundukkan kepala, pejamkan mata dan cobalah bersihkan hati kita." "Apaan sich? Norak ih." Runtukku (dalam hati saja). Tapi aku mengikuti yang lainnya, yang mulai menundukkan kepala mereka. "Saudaraku, kita sedang keluar dari diri kita. Dan kita dapat melihat kehidupan kita sendiri selama ini." "Lihat apa sich? Tidak ada apa-apa kok," batinku tapi tetap mencoba ikut dalam (yang kukira) permainan ini. Tapi.. potongan-potongan pagiku tadi mulai berkelebatan dalam benakku. Dimulai dari aku bangun pagi, aku yang selalu tergesa sebelum pergi, aku yang telah membentak asisten mamaku di rumah. Semuanya mulai bergulingan dalam benakku. Kepalaku mulai terasa berat. "Saudaraku, apa yang telah kau lakukan dengan hidupmu?" Dan kepingan-kepingan hidup diriku kembali berserakan. Tak sadar, aku terisak. Melihat aku yang begitu menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk berbuat baik. Da...

Knowing "there"

Suatu siang di hari Sabtu.. "I don't belong there, mbak." Aku tersenyum, bukan karena aku menertawakan pemikiran temanku itu. Senyumku lebih karena aku sempat punya pemikiran seperti itu, dulu. Setiap saat aku berada di tengah-tengah orang lain yang kupanggil "teman", aku tidak bisa menghindar untuk tidak bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar termasuk dalam komunitas ini, atau aku hanya lagi memakai topeng nyamanku?" Tidak dapat kupungkiri kalau rasa jengah, kurang nyaman, malu ataupun terkadang minder sering aku rasakan bila lagi berkumpul dengan teman-temanku. Mungkin karena aku merasa terkadang pandanganku berbeda dengan teman-temanku. Juga gaya hidup mereka yang berbeda dengan aku. Bila kamu merasa tidak nyaman dengan teman-temanmu, apakah kamu harus pergi dari mereka? Hmmm, aku akan balik berkata.. "kenapa aku harus selalu mencoba untuk menyamakan bedaku untuk dapat diterima? Pilihan untuk hengkang dari "there" juga tidak per...