"Akui, Kei."
"Tidak perlu!" angkuh, Kei berpaling membelakangiku.
Kei selalu begitu. Tak pernah mau mengakui. Sama dengan aku. Kita tidak pernah akan mengakui.
"Kalau begitu, biar aku duluan. Aku sayang kamu."
Sontak, Kei menghadapku. "Apa?"
"Tidak perlu!" angkuh, Kei berpaling membelakangiku.
Kei selalu begitu. Tak pernah mau mengakui. Sama dengan aku. Kita tidak pernah akan mengakui.
"Kalau begitu, biar aku duluan. Aku sayang kamu."
Sontak, Kei menghadapku. "Apa?"
"Dengar Kei! Aku..sayang..kamu." Kueja tiga kata itu perlahan.
"Kenapa? Bukankah kita hanya dua orang manusia yang kebetulan saling bertemu?"
Kei benar. Sekala pasir terbenam air laut di pantai sore itu, kita hanya kebetulan berpapasan. Kebetulan jugalah, kalau Kei seorang Aquarius yang ada dalam mimpi-mimpiku.
"Kau akan meninggalkanku..sama dengan yang lain." Begitu marahnya Kei.
Kei benar. Sekala pasir terbenam air laut di pantai sore itu, kita hanya kebetulan berpapasan. Kebetulan jugalah, kalau Kei seorang Aquarius yang ada dalam mimpi-mimpiku.
"Kau akan meninggalkanku..sama dengan yang lain." Begitu marahnya Kei.
Kei memang sebuah misteri. Sebuah introvert terbesarku.
"Aku bukan masa lalumu, Kei. Kenapa kau begitu takut dengan cintaku?" suaraku bersaing dengan deru angin yang mulai bertiup kencang malam ini di Pantai Nongsa.
"Aku bukan Aquariusmu!"
Apakah benar akulah Aquariusnya? gejolak, hati Kei.
"Terserah Kei, terserah." Lelah, aku melangkah meninggalkan pantai. Cukup sudah, aku mencoba yakinkan dia.
"Rumi..tunggu," tangan Kei menggapai tanganku.
"Aku bukan masa lalumu, Kei. Kenapa kau begitu takut dengan cintaku?" suaraku bersaing dengan deru angin yang mulai bertiup kencang malam ini di Pantai Nongsa.
"Aku bukan Aquariusmu!"
Apakah benar akulah Aquariusnya? gejolak, hati Kei.
"Terserah Kei, terserah." Lelah, aku melangkah meninggalkan pantai. Cukup sudah, aku mencoba yakinkan dia.
"Rumi..tunggu," tangan Kei menggapai tanganku.
Sekala matahari tenggelam sore ini
aku menemukan
Aquariusku
Batam, 30 November 2005
Comments