Skip to main content

Sekelumit cerita

Wajah mungil itu sedang pulas terlelap, tak menyadari ada sepasang mata yang memandangnya dari luar jendela ruang bayi. Rina, seorang wanita dua puluh lima tahun sedang memandang bayinya dengan diliputi oleh perasaan lara yang amat sangat. Perasaanya berperang di dalam hatinya. Ia tahu, ia harus memilih cepat atau lambat.

Rina harus memilih antara suaminya atau bayinya.

******************************
"Apa yang harus kita lakukan To?" Rina menangis dalam pelukan Tito, suaminya.

"Maafkan aku sayang. Maafkan aku."

Pagi itu Rina dan Tito dihadapkan pada selembar kertas. Bukan kertas biasa, kertas yang dapat mengubah seluruh hidup mereka kelak.

*****************************
"Kamu boleh kembali dengan suamimu Rina."

"Benar ma?" Rina seolah tak percaya, hati mamanya yang dulu sekeras batu kini mencair. Mamanya yang dulunya selalu menganggap Tito tidak lebih dari sekedar hambatan dalam hidup Rina. Mama yang tadinya tidak menerima Tito hanya karena Tito tidak sedarah dengan Keluarga Besar Andi Mattalitti??

Pikiran alam bawah sadar Rina terpotong oleh perkataan mama, "Dengan satu syarat."

"Syarat? Maksud mama?"

"Setelah bayimu lahir, serahkan dia untuk diadopsi."

Ucapan mama seperti petir di siang hari bagi Rina.

"MAMA GILA! Aku mengandung anakku selama 9 bulan untuk diserahkan ke orang lain??? TIDAK AKAN MA!! AKU TIDAK AKAN MENYERAHKAN ANAKKU!!!"

"Rina!!! Mau kamu kasih makan apa anakmu??? Kuliahmupun belum selesai, begitu juga Tito. Dia lebih baik dirawat oleh orang lain." Mama begitu tegas, tak bergeming melihat Rina putri semata wayangnya histeris.

**************************************
Hari ini, 25 Agustus 1998 seorang bayi perempuan lahir di RS Bunda. Kinipun Rina harus mengambil keputusan terberat dalam hidupnya.

"Kita tidak akan bisa melihat anak kita lagi To. Selamanya.." isak Rina.

"Sayang, kuasa Tuhan kita tidak akan pernah tahu. Anak kita berhak untuk dapat kehidupan yang layak."

*******************************************
"Saya Cyntia Manungkalit, Kuasa Hukum dari Ibu dan Bapak Renaldi."

Hari ini seorang pengacara datang mengantarkan selembar surat adopsi untuk Rina dan Tito tandatangan.

Setelah semua urusan legal selesai..

"Saya ingin menitipkan surat ini untuk Ibu dan Bapak Renaldi," ucap Rina kepada Pengacara itu.

"Ibu jangan kuatir, anak ibu dan bapak berada di asuhan orang baik-baik." Pengacara itu tersenyum, berusaha membesarkan hati Rina.

"Maafkan mama dan papa sayang. Maafkan kami." Buliran air mata mengalir saat Rina dan Tito mencium putri mereka untuk terakhir kalinya.

*********************************************
Yth. Ibu dan Bapak Renaldi..

Kami serahkan putri kami untuk bapak dan ibu rawat. Kami percayakan bapak dan ibu untuk membesarkan putri kami untuk menjadi putri yang salehah dan berbakti pada orang tuanya.

Kami juga berjanji untuk tidak akan pernah menuntut balik putri kami.

Hanya satu yang kami minta, bila ibu dan bapak mengijinkan bila putri kami beranjak dewasa..tolong kasih lihat foto kami.


Rina dan Tito

Comments

Linda said…
speechless......
kalo aku jadi Rina, aku akan berhenti kuliah dan mencari pekerjaan agar bisa menghidupi buah hatiku *hikz*
Andriansyah said…
Sebuah kenyataan yg harus dihadapi.
Tp kenapa harus diadopsi? Apa suaminya msh kuliah dan ga ada kerja?
Perihal suami kok ga jelas?
Masih menimbulkan tanda tanya .
??????????
Greiche Gege said…
Aduhh..sedih banget bacanya..
ngga bisa ngebayangin kalo misalnya aku harus ngasihin Zebby ke orang lain
Mungkin bisa gila kali ya..
Btw,kalo dah berumahtangga kan kita bisa ambil keputusan sendiri
Lagian si mama-nya Rina sadis banget ya mba Yaya?
Kartina Mutien said…
yaya...ceritanya sedih amat..sebuah pilihan yg amat sulit,
tapi kalo aq jadi rina mungkin aq akan berusaha cari kerja, bekorban demi anak berhenti kuliah, yang penting bisa kumpul sama anakku, buah hatiku..*hughs*
Wina said…
Yaya.. bikin crita meni sedih gitu.. hiks.. aku jg ga rela deh kl nyerahin anakku ma org lain... mending aku kerja banting tulang asal anakku bs sama aku trs
Sisca said…
Yaya, serahkan naskahnya ke Multi Vision, biar dijadikan sinetron.
uTHe said…
Mbak Yaya, ini prolog atau akhir dari suatu rangkaian cerita?
hotma said…
watagubrag! keren bo! Lanjutannya ada ga Mba?
Johanamay said…
seperti biasa.....ceritanya yaya bikin ketagihan....hayuk..disambung lagi..ya
yuliayulia said…
yaya!!..nanggung neh....
huuuuaaaaa ceritanya bikin hiks neh..

Popular posts from this blog

Nila di Belanga susu

S aat kamu mengira kalau kamu telah benar-benar mengenal seseorang yang telah kamu anggap dan menganggapmu sebagai seorang teman, orang itu mengatakan sesuatu yang begitu menusuk hati kamu. Saya telah dibunuh.. Butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk mencerna kenyataan yang benar-benar terjadi pada diri saya saat itu. Butuh waktu bagi saya untuk belajar kalau tidak semua niat baik akan dianggap baik juga oleh orang lain. Butuh waktu bagi saya untuk berpikir apakah saya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain dengan niat baik saya. Butuh waktu bagi saya untuk benar-benar menyadari kalau yang "seorang teman saya" katakan itu salah dan saya berhak untuk kecewa, marah dan sedih. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga Butuh waktu bagi saya untuk jujur pada diri saya sendiri apakah seseorang itu benar-benar layak menjadi teman saya. Yang terpenting, apakah saya masih ingin menjadi temannya? Saya tahu, manusia bisa berubah kapan saja dia mau. Menjadi lebih baik ataupu...

Menuju: pulang

"Kita akan melakukan perjalanan ke luar dari kita. Mari saudaraku, kita tundukkan kepala, pejamkan mata dan cobalah bersihkan hati kita." "Apaan sich? Norak ih." Runtukku (dalam hati saja). Tapi aku mengikuti yang lainnya, yang mulai menundukkan kepala mereka. "Saudaraku, kita sedang keluar dari diri kita. Dan kita dapat melihat kehidupan kita sendiri selama ini." "Lihat apa sich? Tidak ada apa-apa kok," batinku tapi tetap mencoba ikut dalam (yang kukira) permainan ini. Tapi.. potongan-potongan pagiku tadi mulai berkelebatan dalam benakku. Dimulai dari aku bangun pagi, aku yang selalu tergesa sebelum pergi, aku yang telah membentak asisten mamaku di rumah. Semuanya mulai bergulingan dalam benakku. Kepalaku mulai terasa berat. "Saudaraku, apa yang telah kau lakukan dengan hidupmu?" Dan kepingan-kepingan hidup diriku kembali berserakan. Tak sadar, aku terisak. Melihat aku yang begitu menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk berbuat baik. Da...

Knowing "there"

Suatu siang di hari Sabtu.. "I don't belong there, mbak." Aku tersenyum, bukan karena aku menertawakan pemikiran temanku itu. Senyumku lebih karena aku sempat punya pemikiran seperti itu, dulu. Setiap saat aku berada di tengah-tengah orang lain yang kupanggil "teman", aku tidak bisa menghindar untuk tidak bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar termasuk dalam komunitas ini, atau aku hanya lagi memakai topeng nyamanku?" Tidak dapat kupungkiri kalau rasa jengah, kurang nyaman, malu ataupun terkadang minder sering aku rasakan bila lagi berkumpul dengan teman-temanku. Mungkin karena aku merasa terkadang pandanganku berbeda dengan teman-temanku. Juga gaya hidup mereka yang berbeda dengan aku. Bila kamu merasa tidak nyaman dengan teman-temanmu, apakah kamu harus pergi dari mereka? Hmmm, aku akan balik berkata.. "kenapa aku harus selalu mencoba untuk menyamakan bedaku untuk dapat diterima? Pilihan untuk hengkang dari "there" juga tidak per...