Skip to main content

Tentang Bin dari Yaz untuk Na

Na,
Bin sudah tidak ada.

Kenapa aku tak melihat saat ia meninggalkan rumah ini?

Setiap sudut di rumah ini mengingatkanku pada Bin. Ruang-ruang terasa kosong dan sepi tanpa sapanya lagi. Adanya yang mengisi relung-relung batinku yang dulu membuatku lebih hidup, kini redup dimakan sepi.


Na,
embun pagi terasa lebih dingin tanpa ada Bin, yang setiap hari menghangatkan kalbu hatiku.

Kapan Bin pergi? kenapa dia berubah, Na?

Aku tidak. Aku tidak berubah, walau Bin tidak memerlukan aku lagi di sisinya.


Aku tetap Yaz yang sama. Yaz yang menunggu Bin kembali lagi, biarpun beberapa hal tidak mungkin lagi sama.


Na,
aku berharap dapat tahu bagaimana berhenti memikirkan Bin.


Kau tahu Na,
tepian senja terasa lengang hari ini. Kau boleh berucap aku berhalusinasi, tapi tadi aku melihat semburat senyum Bin saat mentari terbenam. Apakah itu suatu pertanda?


Na, kau tahu..aku telah kehilangan Bin. Aku tahu itu saat Bin berhenti menyapaku lagi. Saat Bin tidak melihat ke arahku lagi. Saat aku merasa begitu jauh dengan Bin, padahal aku dapat merasakan nafasnya di dekatku.


Na, Bin sudah tidak ada. Dan Yaz tak dapat menahannya pergi...

Comments

unai said…
Hmmm....
Katahuilah, aku tak pernah benar benar pergi NA...
Aku ada, memandang jingga senja itu..like u always do
Hmmm bagaimana mengenang dengan indah....
Mama Zaza said…
hmm... memorinya akan selalu ada, but life must go on
Lili said…
Yaya, maaf yah Ummi dan Fawwaz baru kunjungan lagi. Kopdar bowling kemarin pasti seru yah...sayang deh ummi belum bias ikutan.

Bin ataw Na, sama2 belum bisa ketemu lagi dong?
Bunda Lyla said…
ehm... ini kenangan ttg someone yg special tentunya.
yup betul akan ada Bin yg lainnya Na meski tak akan sama moga serupa ;)
Labibah said…
Ya, cerita-ceritanya tambah oke sekarang, pemilihan katanya juga tambah keren. tetep nulis yaa.

-maknyak-
http://serambirumahkita.blogspot.com
.n.a.n.a. said…
pasti ada bin yg lain yg sedang memandangmu dgn senyumnya...

Popular posts from this blog

Nila di Belanga susu

S aat kamu mengira kalau kamu telah benar-benar mengenal seseorang yang telah kamu anggap dan menganggapmu sebagai seorang teman, orang itu mengatakan sesuatu yang begitu menusuk hati kamu. Saya telah dibunuh.. Butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk mencerna kenyataan yang benar-benar terjadi pada diri saya saat itu. Butuh waktu bagi saya untuk belajar kalau tidak semua niat baik akan dianggap baik juga oleh orang lain. Butuh waktu bagi saya untuk berpikir apakah saya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain dengan niat baik saya. Butuh waktu bagi saya untuk benar-benar menyadari kalau yang "seorang teman saya" katakan itu salah dan saya berhak untuk kecewa, marah dan sedih. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga Butuh waktu bagi saya untuk jujur pada diri saya sendiri apakah seseorang itu benar-benar layak menjadi teman saya. Yang terpenting, apakah saya masih ingin menjadi temannya? Saya tahu, manusia bisa berubah kapan saja dia mau. Menjadi lebih baik ataupu...

Menuju: pulang

"Kita akan melakukan perjalanan ke luar dari kita. Mari saudaraku, kita tundukkan kepala, pejamkan mata dan cobalah bersihkan hati kita." "Apaan sich? Norak ih." Runtukku (dalam hati saja). Tapi aku mengikuti yang lainnya, yang mulai menundukkan kepala mereka. "Saudaraku, kita sedang keluar dari diri kita. Dan kita dapat melihat kehidupan kita sendiri selama ini." "Lihat apa sich? Tidak ada apa-apa kok," batinku tapi tetap mencoba ikut dalam (yang kukira) permainan ini. Tapi.. potongan-potongan pagiku tadi mulai berkelebatan dalam benakku. Dimulai dari aku bangun pagi, aku yang selalu tergesa sebelum pergi, aku yang telah membentak asisten mamaku di rumah. Semuanya mulai bergulingan dalam benakku. Kepalaku mulai terasa berat. "Saudaraku, apa yang telah kau lakukan dengan hidupmu?" Dan kepingan-kepingan hidup diriku kembali berserakan. Tak sadar, aku terisak. Melihat aku yang begitu menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk berbuat baik. Da...

Knowing "there"

Suatu siang di hari Sabtu.. "I don't belong there, mbak." Aku tersenyum, bukan karena aku menertawakan pemikiran temanku itu. Senyumku lebih karena aku sempat punya pemikiran seperti itu, dulu. Setiap saat aku berada di tengah-tengah orang lain yang kupanggil "teman", aku tidak bisa menghindar untuk tidak bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar termasuk dalam komunitas ini, atau aku hanya lagi memakai topeng nyamanku?" Tidak dapat kupungkiri kalau rasa jengah, kurang nyaman, malu ataupun terkadang minder sering aku rasakan bila lagi berkumpul dengan teman-temanku. Mungkin karena aku merasa terkadang pandanganku berbeda dengan teman-temanku. Juga gaya hidup mereka yang berbeda dengan aku. Bila kamu merasa tidak nyaman dengan teman-temanmu, apakah kamu harus pergi dari mereka? Hmmm, aku akan balik berkata.. "kenapa aku harus selalu mencoba untuk menyamakan bedaku untuk dapat diterima? Pilihan untuk hengkang dari "there" juga tidak per...