Kenapa harus biru? Apa yang salah dengan warna yang lain?
Aku tersenyum mendengar tanyanya.
Tapi diam-diam aku kembali mempertanyakan hatiku sendiri: "Kenapa biru?"
Juga di dalam hati, aku harus mengakui kalau aku seorang munafik.
Iya, aku munafik!
Aku menjawab pertanyaan terbesarku
yang bergelanyut di kepalaku dengan 1 kata: biru.
Aku berdalih dengan biru
untuk menutupi suasana hatiku yang turun naik tidak karuan.
Aku bahkan
seperti menganggap biru adalah aku, aku adalah biru.
Perlahan, biru telah menyamarkan kehadiranku sendiri. Aku enggan untuk mengakui hatiku sendiri, dan memilih jawaban termudah.
Biru.
Jujur, aku benci biru.
Sama seperti aku membenci dia.
Aku tahu,
aku dan biru seperti minyak dan air..
tak bisa menyatu.
Biru=dia.
Aku benci biru.
Aku tersenyum mendengar tanyanya.
Tapi diam-diam aku kembali mempertanyakan hatiku sendiri: "Kenapa biru?"
Juga di dalam hati, aku harus mengakui kalau aku seorang munafik.
Iya, aku munafik!
Aku menjawab pertanyaan terbesarku
yang bergelanyut di kepalaku dengan 1 kata: biru.
Aku berdalih dengan biru
untuk menutupi suasana hatiku yang turun naik tidak karuan.
Aku bahkan
seperti menganggap biru adalah aku, aku adalah biru.
Perlahan, biru telah menyamarkan kehadiranku sendiri. Aku enggan untuk mengakui hatiku sendiri, dan memilih jawaban termudah.
Biru.
Jujur, aku benci biru.
Sama seperti aku membenci dia.
Aku tahu,
aku dan biru seperti minyak dan air..
tak bisa menyatu.
Biru=dia.
Aku benci biru.
Comments