Sore itu di Hotel Melia Pak Rinaldi bertanya kepada kami: "Apa yang diberikan udara kepadamu?"
Kami menjawab: "Kehidupan. Udara memberikan kita kehidupan."
Pak Rinaldi kembali bertanya: "Apa yang diberikan matahari kepadamu?"
Kami menjawab: "Cahaya. Matahari menyediakan cahaya untuk kita."
Pak Rinaldi melanjutkan bertanya: "Apa sifat sinar rembulan di malam hari?"
Kami menjawab: "Lembut. Sinar rembulan itu lembut."
Saat itu para peserta training ESQ memiliki pikiran yang sama di benak mereka. Mereka berpikir kalau trainer ESQ sore itu sudah terlalu lelah sehingga mengulang-ulang pertanyaan yang kurang penting.
Pak Rinaldi terdiam sesaat sebelum melanjutkan bertanya:
"Apa yang diberikan udara kepadamu?"
Dan sebelum kami bahkan aku sempat menjawab, beliau meneruskan dengan teramat lembut..
"Baca dengan nama Tuhanmu.."
Beliau juga mengatakan..
"Bukan matamu yang buta, tapi hatimu di dalam dada."
Aku tertunduk
mataku terpejam
Dan ketika beliau bertanya
"Siapakah nama Tuhanmu?"
Aku merasa malu sekali. Hatiku serasa dicabik habis oleh perasaan bersalah yang teramat sangat.
Sekian lama aku melupakan Al Hayyu yang memberiku kehidupan. Sehingga aku bangun setiap hari mengira bahwa udaralah yang membuatku dapat hidup di setiap harinya.
Sudah puluhan jam aku habiskan berjalan di bumi An Nur mengira bahwa mataharilah yang menerangkan bumi.
"Baca dengan nama Tuhanmu.."
Yah, aku tidak pernah membaca dengan menyebut nama-Nya. Mataku boleh saja dapat melihat dengan jelas, tapi hatiku sangat buta sehingga tak dapat melihat kebaikan hati Allah kepadaku.
Ya Allah, ternyata aku hamba-Mu yang sangat hina.
Kami menjawab: "Kehidupan. Udara memberikan kita kehidupan."
Pak Rinaldi kembali bertanya: "Apa yang diberikan matahari kepadamu?"
Kami menjawab: "Cahaya. Matahari menyediakan cahaya untuk kita."
Pak Rinaldi melanjutkan bertanya: "Apa sifat sinar rembulan di malam hari?"
Kami menjawab: "Lembut. Sinar rembulan itu lembut."
Saat itu para peserta training ESQ memiliki pikiran yang sama di benak mereka. Mereka berpikir kalau trainer ESQ sore itu sudah terlalu lelah sehingga mengulang-ulang pertanyaan yang kurang penting.
Pak Rinaldi terdiam sesaat sebelum melanjutkan bertanya:
"Apa yang diberikan udara kepadamu?"
Dan sebelum kami bahkan aku sempat menjawab, beliau meneruskan dengan teramat lembut..
"Baca dengan nama Tuhanmu.."
Beliau juga mengatakan..
"Bukan matamu yang buta, tapi hatimu di dalam dada."
Aku tertunduk
mataku terpejam
Dan ketika beliau bertanya
"Siapakah nama Tuhanmu?"
Aku merasa malu sekali. Hatiku serasa dicabik habis oleh perasaan bersalah yang teramat sangat.
Sekian lama aku melupakan Al Hayyu yang memberiku kehidupan. Sehingga aku bangun setiap hari mengira bahwa udaralah yang membuatku dapat hidup di setiap harinya.
Sudah puluhan jam aku habiskan berjalan di bumi An Nur mengira bahwa mataharilah yang menerangkan bumi.
"Baca dengan nama Tuhanmu.."
Yah, aku tidak pernah membaca dengan menyebut nama-Nya. Mataku boleh saja dapat melihat dengan jelas, tapi hatiku sangat buta sehingga tak dapat melihat kebaikan hati Allah kepadaku.
Ya Allah, ternyata aku hamba-Mu yang sangat hina.
Comments