Skip to main content

Masih Ngeblog?

"Menulis itu adalah terapi jiwa." Setuju banget sama ungkapan ini, karena Yaya sendiri merasa lebih bisa menyampaikan isi hati lewat tulisan dibandingkan dengan ngomong langsung. That's why I love blogging, because I love writing. Dari jaman kuliah juga mata pelajaran yang paling ditunggu ya kelas menulis. Kalau kapan mulai suka nulis jujur udah lupa, sih. Yang aku tau, tahun 2004 awal mulai ngeblog.

Berawal dari punya blog di Multiply dan Blogdrive (dua-duanya sekarang udah wasalam), alu lanjut bikin blog di Blogspot. Dulu blognya ada 2, satu buat blog puisi dan satu lagi khusus diary harian. Dua-duanya juga rajin diapdet, sehari bisa 3 tulisan. Wuih, rajin kan? Sampai pernah dinobatkan sebagai Ratu Blogger sama komunitas Blogfam. Sayangnya di pertengahan tahun 2010 kebiasaan ngeblog mulai berhenti, kalau tidak salah  saat itu lagi sedih-sedihnya karena mama sakit. Jadi ya tidak menulis, karena pasti tulisannya bakalan sedih. Hiks...


Akhirnya tahun 2012 Yaya aktif nulis blog lagi, masih nulis puisi. Makanya hari ini Yaya senang banget bisa belajar ngeblog lagi dengan Founder Emak-emak Blogger, Mira Sahid. I want to be reminded again "why I fell in love with blogging at the first time." Ya ampun, ternyata setelah vakum nulis di blog sekian lama itu bikin kagok ya. Seperti tadi di training diminta nulis 200 kata sampai blank enggak bisa mikir :))

Mira hari ini banyak ngasih tips gimana menulis yang baik, salah satunya jujur dan tidak main copy paste tulisan orang lain. Iya benar banget, setiap manusia sudah dikasih otak buat berpikir jadi gunakanlah buat yang baik-baik, Salah satunya ya menuliskan buah pikiran sendiri.

Hehe, ini ngakunya udah jarang nulis di blog ya. Tapi begitu mulai susah berhenti. Sebelum udahan, cuman mau nambahin: if you love what you do, don't quit. But if you want to quit, remember why you started doing it before.



Thanks Mira, for reminding to blog again :)

 

 


 

Comments

Popular posts from this blog

Nila di Belanga susu

S aat kamu mengira kalau kamu telah benar-benar mengenal seseorang yang telah kamu anggap dan menganggapmu sebagai seorang teman, orang itu mengatakan sesuatu yang begitu menusuk hati kamu. Saya telah dibunuh.. Butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk mencerna kenyataan yang benar-benar terjadi pada diri saya saat itu. Butuh waktu bagi saya untuk belajar kalau tidak semua niat baik akan dianggap baik juga oleh orang lain. Butuh waktu bagi saya untuk berpikir apakah saya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain dengan niat baik saya. Butuh waktu bagi saya untuk benar-benar menyadari kalau yang "seorang teman saya" katakan itu salah dan saya berhak untuk kecewa, marah dan sedih. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga Butuh waktu bagi saya untuk jujur pada diri saya sendiri apakah seseorang itu benar-benar layak menjadi teman saya. Yang terpenting, apakah saya masih ingin menjadi temannya? Saya tahu, manusia bisa berubah kapan saja dia mau. Menjadi lebih baik ataupu...

Menuju: pulang

"Kita akan melakukan perjalanan ke luar dari kita. Mari saudaraku, kita tundukkan kepala, pejamkan mata dan cobalah bersihkan hati kita." "Apaan sich? Norak ih." Runtukku (dalam hati saja). Tapi aku mengikuti yang lainnya, yang mulai menundukkan kepala mereka. "Saudaraku, kita sedang keluar dari diri kita. Dan kita dapat melihat kehidupan kita sendiri selama ini." "Lihat apa sich? Tidak ada apa-apa kok," batinku tapi tetap mencoba ikut dalam (yang kukira) permainan ini. Tapi.. potongan-potongan pagiku tadi mulai berkelebatan dalam benakku. Dimulai dari aku bangun pagi, aku yang selalu tergesa sebelum pergi, aku yang telah membentak asisten mamaku di rumah. Semuanya mulai bergulingan dalam benakku. Kepalaku mulai terasa berat. "Saudaraku, apa yang telah kau lakukan dengan hidupmu?" Dan kepingan-kepingan hidup diriku kembali berserakan. Tak sadar, aku terisak. Melihat aku yang begitu menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk berbuat baik. Da...

Knowing "there"

Suatu siang di hari Sabtu.. "I don't belong there, mbak." Aku tersenyum, bukan karena aku menertawakan pemikiran temanku itu. Senyumku lebih karena aku sempat punya pemikiran seperti itu, dulu. Setiap saat aku berada di tengah-tengah orang lain yang kupanggil "teman", aku tidak bisa menghindar untuk tidak bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar termasuk dalam komunitas ini, atau aku hanya lagi memakai topeng nyamanku?" Tidak dapat kupungkiri kalau rasa jengah, kurang nyaman, malu ataupun terkadang minder sering aku rasakan bila lagi berkumpul dengan teman-temanku. Mungkin karena aku merasa terkadang pandanganku berbeda dengan teman-temanku. Juga gaya hidup mereka yang berbeda dengan aku. Bila kamu merasa tidak nyaman dengan teman-temanmu, apakah kamu harus pergi dari mereka? Hmmm, aku akan balik berkata.. "kenapa aku harus selalu mencoba untuk menyamakan bedaku untuk dapat diterima? Pilihan untuk hengkang dari "there" juga tidak per...