Skip to main content

Perpisahan

Tiit..tiiit...tiiit..

Jam 10 malam disaat lagi siap-siap untuk tidur, handphone di meja tiba-tiba berbunyi.

Siapa malam-malam nelpon?


"Yaz.."

Suara Dani terdengar dan hati yang sudah mulai damai kembali sedikit bergetar.

"Kenapa Dan?" ujarku berusaha tenang.

"I'll pick you up now ya. I have something to say."


Tipikal Dani, tanpa basa-basi. Sejujurnya aku sudah lelah dan ingin mengakhiri. Jadi..

"Oke, aku tunggu."

====================
Starbucks Cafe jam 11 malam..


"Jadi mau ngomong apa?" tanyaku, mungkin setelah 5 tahun berlalu

"Yaz, I'm.."

"Dani stop. Kalau kamu mau minta maaf, apa kamu pikir 5 tahun sudah terlambat?

YOU BROKE MY HEART, Dani Agung Permana! Kamu sudah matahin hati aku, hati orangtua aku, hati keluarga aku. HOW DARE YOU SAID I'M SORRY!" Suaraku terdengar begitu lantang sampai beberapa orang di cafe melihat dan mulai berbisik "lagi berantem."

"Yaz please. Aku punya alasan waktu itu. Aku harus pergi Yaz. Hari itu hatiku tiba-tiba ragu apa aku pantas menjadi seorang suami. I..I have this second thought."

Seorang lelaki
angkuh
memandang

Saat cinta balik memandang

akankah lelaki itu
meluruhkan
angkuhnya

Akankah ego
mengalahkan cina?

Aku terdiam. Teringat wajah mama yang menangis memelukku erat saat tau Dani pergi 3 hari sebelum ijab kabul. Teringat wajah papa yang mengeras sejak hari itu. Teringat wajah Mas Fano saat memecahkan kaca rumah Dani.


Aku terdiam, hanya bisa terbata berucap "sudah? itu aja?"

"Yaz, sekarang aku siap. Menikah dengan aku?"

Dani mengeluarkan 1 cincin dan meletakkannya di meja.


Butiran-butiran pasir
terhampar

terserak..berantakan

begitulah hati


Tak kuasa


mengumpulkan
hamparan serakan


sisa-sisa
patahan hati

gak selamanya kejujuran harus berakhir
happy ending.
Juga gak selamanya kejujuran itu menyenangkan.

 "I went a thousand miles
for an answer I didn't know"

Now..
I let him know
that I don't wanna go a thousand miles anymore
for him

"Sudah terlambat Dan. Tolong jangan cari aku, berenti cinta sama aku. Karena aku udah tidak cinta lagi."



- Starbucks Cafe Jam 1 pagi -

Comments

Popular posts from this blog

Nila di Belanga susu

S aat kamu mengira kalau kamu telah benar-benar mengenal seseorang yang telah kamu anggap dan menganggapmu sebagai seorang teman, orang itu mengatakan sesuatu yang begitu menusuk hati kamu. Saya telah dibunuh.. Butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk mencerna kenyataan yang benar-benar terjadi pada diri saya saat itu. Butuh waktu bagi saya untuk belajar kalau tidak semua niat baik akan dianggap baik juga oleh orang lain. Butuh waktu bagi saya untuk berpikir apakah saya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain dengan niat baik saya. Butuh waktu bagi saya untuk benar-benar menyadari kalau yang "seorang teman saya" katakan itu salah dan saya berhak untuk kecewa, marah dan sedih. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga Butuh waktu bagi saya untuk jujur pada diri saya sendiri apakah seseorang itu benar-benar layak menjadi teman saya. Yang terpenting, apakah saya masih ingin menjadi temannya? Saya tahu, manusia bisa berubah kapan saja dia mau. Menjadi lebih baik ataupu...

Menuju: pulang

"Kita akan melakukan perjalanan ke luar dari kita. Mari saudaraku, kita tundukkan kepala, pejamkan mata dan cobalah bersihkan hati kita." "Apaan sich? Norak ih." Runtukku (dalam hati saja). Tapi aku mengikuti yang lainnya, yang mulai menundukkan kepala mereka. "Saudaraku, kita sedang keluar dari diri kita. Dan kita dapat melihat kehidupan kita sendiri selama ini." "Lihat apa sich? Tidak ada apa-apa kok," batinku tapi tetap mencoba ikut dalam (yang kukira) permainan ini. Tapi.. potongan-potongan pagiku tadi mulai berkelebatan dalam benakku. Dimulai dari aku bangun pagi, aku yang selalu tergesa sebelum pergi, aku yang telah membentak asisten mamaku di rumah. Semuanya mulai bergulingan dalam benakku. Kepalaku mulai terasa berat. "Saudaraku, apa yang telah kau lakukan dengan hidupmu?" Dan kepingan-kepingan hidup diriku kembali berserakan. Tak sadar, aku terisak. Melihat aku yang begitu menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk berbuat baik. Da...

Knowing "there"

Suatu siang di hari Sabtu.. "I don't belong there, mbak." Aku tersenyum, bukan karena aku menertawakan pemikiran temanku itu. Senyumku lebih karena aku sempat punya pemikiran seperti itu, dulu. Setiap saat aku berada di tengah-tengah orang lain yang kupanggil "teman", aku tidak bisa menghindar untuk tidak bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar termasuk dalam komunitas ini, atau aku hanya lagi memakai topeng nyamanku?" Tidak dapat kupungkiri kalau rasa jengah, kurang nyaman, malu ataupun terkadang minder sering aku rasakan bila lagi berkumpul dengan teman-temanku. Mungkin karena aku merasa terkadang pandanganku berbeda dengan teman-temanku. Juga gaya hidup mereka yang berbeda dengan aku. Bila kamu merasa tidak nyaman dengan teman-temanmu, apakah kamu harus pergi dari mereka? Hmmm, aku akan balik berkata.. "kenapa aku harus selalu mencoba untuk menyamakan bedaku untuk dapat diterima? Pilihan untuk hengkang dari "there" juga tidak per...