Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 2006

Di mana perasaanku?

Di mana letak rasaku sekarang? Apa masih menjauh dari sekeping hatiku yang dulu retakannya bersebaran? Di mana perasaanku berlabuh sekarang setelah sempat karam di balik bayangmu? Setelah sempat menutup hati.. Sekarang hatiku rindu pada rasa

Jawab di akhir

Banyak orang meragukanku yang terdekatkupun mempertanyakan maksudku Juga menilai aku tak memakai logika bersandaran hanya pada emosi sesaat Aku diam tetap pada yakinku Semua keraguan ditujukan padaku Maaf aku tidak peduli.. Kali ini aku tak akan mengalihkan pandanganku Tanpa perlu mencoba meyakinkan Ikhtiar kuteruskan munajat kupanjatkan Di akhir nanti semua akan terjawab

Langkah Baru

Hari ini saya lagi senang. Tidak ada hubungannya lho sama cinta. Tidak tahu ya, seminggu ini saya agak malas menulis kalimat-kalimat yang puitis dan romantis. Balik ke sebab saya lagi senang, soalnya saya menemukan keasyikan baru nich. Asyik soalnya saya bisa melakukan kegiatan yang dapat mengisi waktu senggang saya yang lumayan banyak (dikarenakan saya belum mendapat pekerjaan lagi, setelah kontrak saya selesai di tempat kerja yang lama). Tadinya, saya sebenarnya agak malas setiap kali ditawarin jualan ini atau itu. Hehe, walaupun kakak saya seorang yang Alhamdulillaah sukses dengan bisnisnya yang macem-macem itu, saya tidak begitu memiliki jiwa dagang. Tapi, seiring dengan melihat kakak saya begitu gigih dan tanpa kenal lelah membangun bisnisnya dari nol, dan banyak mendengar kisah sukses para Ibu yang terjun di dunia bisnis (padahal mereka menyambi kerja dan mengurus anak, lho), saya jadi ikut terinspirasi. Jadi, kemarin dengan mengucap Bismillaahirrahmaanirrahiim, saya mengambil l

Bintang, aku dan senja

Kita tak sengaja bertabrakan. Aku tak sengaja memperhatikannya. Aku mencintainya. Atau? entah perasaan apa namanya. Aku membencinya. Atau ini hanya sebuah pembelaan atas rasa yang tak terbalas? Aku melupakannya. Sungguh? sesaat lalu namanya terserubuk dalam ingatanku, dan aku..terbisu. Dia tercipta dalam sebuah metafor bernama bintang . Seperti setiap malam aku tengadahkan pandangan ke langit, ia selalu bersinar terang. Semarah apapun aku padanya. Ia selalu ada, denganku. Tapi, aku jadi membenci bintang yang tak bersalah. Pernah, kamu menunggu senja? atau kamu banyak melewati senja yang indah untuk senja yang hanya kamu yang dapat melihatnya? Suatu ketika, nanti. Aku akan bertemu senjaku yang hanya aku dapat melihatnya, dan kita akan menikmati bintang setiap saat, tanpa kemarahan ..

..Arti harapku

Tuhan , boleh aku berharap lagi, biarpun asaku makin meredup sejalan dengan waktu yang kian bergulir? Atau, malam tadi hanyalah sebagian dari fana yang tak sengaja tercipta dari sebuah kesendirian yang merasukiku hingga kini? Tuhan , dentingan waktu semakin nyaring bergentang di depanku. Aku tak kuasa menghentikannya atau membalikkan segalanya lagi. Bahkan, saat kudengar cerita tentangnya..aku tak dapat merasakan apa-apa lagi. Bukan kesedihan, bukan kesenangan. Dan ketika takdir membiarkan kita berpapasan di suatu hari pada suatu tahun, akupun tak lagi berusaha mencoba. Membiarkan semuanya seperti semuanya. Aku, tak ingin lagi mencoba memahami. Tuhan , racauanku malam ini seperti tetesan hujan yang berharap dapat membasahi kekeringan bumi. Juga aku, berharap untuk melunakkan kekerasan hatiku. Semuanya akan tiba masanya. Boleh aku meminta masaku sekarang, Tuhan? Untuk Sang Khalik, yang paling mengertiku. Di saat aku mulai mempertanyakan arti segala harapku..

Different time..different place

Whispering, saying.. different time, dear Me, hauling my inside with each spirit left in me and different place Different time..different place I'm still here You're still there We're still being us trying catching our moment but, knowing deep down us also whispering different people

Sebelum aku dicintai

Tuhan, biarkan aku menjauh darinya. Itu pintaku hampir setahun yang lalu. Jarak akan menepiskan rasaku yang terlalu dalam untuknya. Kebisuan aku dannya akan membuat kita lupa akan adanya diri kita. Aku tahu..dia tahu. Kita hanya lagi berpura-pura melupakan isi hati kita. Dan kita memang telah jauh. Dengan cara-Nya sendiri, Tuhan telah menebar jarak antara kita. Melihat ke belakang, aku melihat berbagai alasan adanya jarak itu. Rintangan yang seharusnya tidak ada, tapi ego kita yang membuatnya semakin luas. Aku tidak layak menyesalinya. Itu yang terbaik untukku, untuknya, untuk kita. Mungkin kita bukan kita. Aku hanyalah seseorang yang melewati hidupnya, dia juga telah melewati hidupku. Tapi kita tidak melewatinya bersama. Aku belajar untuk mencintai seseorang dengan tulus, sebelum seseorang akan mencintaiku dengan segala jiwanya juga.