Skip to main content

Ctrl Delete

Salah. Hapus. Tekan tombol "Ctrl Delete". Sore ini, tumben, susah sekali aku merangkai kata untuk dituangkan menjadi sebuah tulisan.

Gagal nyari kalimat yang bagus untuk mulai nulis, aku mulai berangan-angan.

Enak ya...kalau hidup ada tombol Ctrl Del-nya. Begitu ada yang salah dalam hidupku, tekan saja tombol sakti itu. Beres. Begitu dihapus, tidak ada bekasnya lagi. Bisa mulai dari awal kembali. Gak akan ada yang tau kesalahan aku sebelumnya.

Hidupku akan sempurna sekali....

Apa iya?

Iya dong. Gak ada marah-marah, gak ada nangis-nangisan, gak ada dendam-dendaman, dan gak akan ada yang gak enak lainnya.

Benarkah?

Sebenarnya sih..
kalau ada tombol Ctrl Del dalam hidup, kita tidak akan pernah maju dalam hidup, tidak akan pernah bisa belajar dari kesalahan kita sendiri. Dan yang pastinya..kita akan selalu mengambil "jalan yang termudah." Istilahnya, ngapain harus macet-macetan kalau bisa lewat jalan tol?

Aku yakin
bukan itu maksud Allah meniupkan ruh untuk Adam dan Hawa. Adam dan Hawapun melakukan kesalahan, makan buah Khuldi sehingga Allah murka dan mengirim mereka ke bumi.

Aku yakin
walaupun tidak ada tombol Ctrl Delete, aku selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik di dunia yang hanya numpang lewat ini dan di akhirat.

Aku yakin
aku tidak perlu tombol sakti itu. Karena aku masih punya sesuatu yang lebih sakti lagi. Aku masih punya Allah SWT.

Aku yakin
Allah SWT masih mau dan akan menuntun jalanku, yang terkadang berkelok-kelok.

Comments

Lost said…
betuh yah, salah apa benar tindakan kita, kalo bisa ctrl del, we wont be able to move on in life... ya learning from our mistakes dgn Allah SWT disamping kita :)
Yunus Idol said…
kalo gue rasa, tombol yang gue perlukan adalah tombol ctrl-b biar tebel semua...hehehe.. maksudnya, gue ingin hidup gue lebih tegas dan lebih berarti...

Popular posts from this blog

Nila di Belanga susu

S aat kamu mengira kalau kamu telah benar-benar mengenal seseorang yang telah kamu anggap dan menganggapmu sebagai seorang teman, orang itu mengatakan sesuatu yang begitu menusuk hati kamu. Saya telah dibunuh.. Butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk mencerna kenyataan yang benar-benar terjadi pada diri saya saat itu. Butuh waktu bagi saya untuk belajar kalau tidak semua niat baik akan dianggap baik juga oleh orang lain. Butuh waktu bagi saya untuk berpikir apakah saya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain dengan niat baik saya. Butuh waktu bagi saya untuk benar-benar menyadari kalau yang "seorang teman saya" katakan itu salah dan saya berhak untuk kecewa, marah dan sedih. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga Butuh waktu bagi saya untuk jujur pada diri saya sendiri apakah seseorang itu benar-benar layak menjadi teman saya. Yang terpenting, apakah saya masih ingin menjadi temannya? Saya tahu, manusia bisa berubah kapan saja dia mau. Menjadi lebih baik ataupu...

Menuju: pulang

"Kita akan melakukan perjalanan ke luar dari kita. Mari saudaraku, kita tundukkan kepala, pejamkan mata dan cobalah bersihkan hati kita." "Apaan sich? Norak ih." Runtukku (dalam hati saja). Tapi aku mengikuti yang lainnya, yang mulai menundukkan kepala mereka. "Saudaraku, kita sedang keluar dari diri kita. Dan kita dapat melihat kehidupan kita sendiri selama ini." "Lihat apa sich? Tidak ada apa-apa kok," batinku tapi tetap mencoba ikut dalam (yang kukira) permainan ini. Tapi.. potongan-potongan pagiku tadi mulai berkelebatan dalam benakku. Dimulai dari aku bangun pagi, aku yang selalu tergesa sebelum pergi, aku yang telah membentak asisten mamaku di rumah. Semuanya mulai bergulingan dalam benakku. Kepalaku mulai terasa berat. "Saudaraku, apa yang telah kau lakukan dengan hidupmu?" Dan kepingan-kepingan hidup diriku kembali berserakan. Tak sadar, aku terisak. Melihat aku yang begitu menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk berbuat baik. Da...

Knowing "there"

Suatu siang di hari Sabtu.. "I don't belong there, mbak." Aku tersenyum, bukan karena aku menertawakan pemikiran temanku itu. Senyumku lebih karena aku sempat punya pemikiran seperti itu, dulu. Setiap saat aku berada di tengah-tengah orang lain yang kupanggil "teman", aku tidak bisa menghindar untuk tidak bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar termasuk dalam komunitas ini, atau aku hanya lagi memakai topeng nyamanku?" Tidak dapat kupungkiri kalau rasa jengah, kurang nyaman, malu ataupun terkadang minder sering aku rasakan bila lagi berkumpul dengan teman-temanku. Mungkin karena aku merasa terkadang pandanganku berbeda dengan teman-temanku. Juga gaya hidup mereka yang berbeda dengan aku. Bila kamu merasa tidak nyaman dengan teman-temanmu, apakah kamu harus pergi dari mereka? Hmmm, aku akan balik berkata.. "kenapa aku harus selalu mencoba untuk menyamakan bedaku untuk dapat diterima? Pilihan untuk hengkang dari "there" juga tidak per...