Skip to main content

Mencintai atau Dicintai?

Aku sadar..pertanyaan itu seperti dua ujung tombak yang sama. Membuat diri siapapun terdiam, berpikir lama.

Pertanyaan serupa pernah ditanyakan di siaran penyiar radio terkenal beberapa tahun silam. Dan..bahkan seorang penyiar radio yang paling romantispun akhirnya mengakhiri siarannya dengan masih menyisakan tanda tanya besar tentang hal ini.

Aku ingin dicintai oleh orang yang aku cinta.

Mungkin...gak ada yang bilang gak mungkin. Tetapi jargon "Mencintai atau Dicintai?" lebih memiliki kekuatan yang besar sebelum akhirnya kedua hal itu bersatu.

Katanya..
mencintai seseorang itu sakit banget.

Bukannya, mau so' berpikir positif, tapi menurut aku bila kita tulus mencintai..cinta tidak akan sakit.

Ternyata..
dicintai oleh seseorangpun jauh lebih sakit. Apalagi bila "tidak balik cinta.."

Teringat akan perkataan seorang teman baik, "mungkin kita mendapat pilihan 'mencintai' dulu..karena Tuhan mau kita belajar ikhlas. Sehingga bila tiba saatnya kita dicintai oleh 'orang yang tepat.." semuanya akan terasa lebih indah."


Lihat..

tulisan akupun tidak menjawab pertanyaanku sendiri.

Jadi...
mencintai atau dicintai?

Comments

mamat ! said…
lebih baik mencintai daripada mencintai.
dan ingat .. mencintai tak harus memiliki.
Linda said…
siapa yang mencintai dengan ikhlas dia pasti akan dicintai dengan ikhlas juga

bener kata mamat, mencintai bukan berarti harus memiliki
kalau aku sih egois kali, ya, jadinya aku mending mencintai aja. mau dicintai ya, kuanggap bonus, tapi kalo nggak juga, gak masalah.

tapi kalo dalam satu relationship, ya, dua2nya dong!
clodi said…
kalo aku sih milih 2-2nya ya.. hehehehe...
ok said…
hehehehe....cinta....cinta....tak ada habis2nya.....cinta memang indah....tak ada habisnya....hmmm...... mencintai dan dicintai lebih baik lho, jd tdk ada yg tersakiti....
Eddy Fahmi said…
mbaca komentarnya mamat, mencintai tak harus memiliki? ah bener? jujur? yakin nggak bakal sakit hati? buat aku itu quote klise yg paling bullshit yg pernah aku denger.
Unknown said…
Teringat akan perkataan seorang teman baik, "mungkin kita mendapat pilihan 'mencintai' dulu..karena Tuhan mau kita belajar ikhlas. Sehingga bila tiba saatnya kita dicintai oleh 'orang yang tepat.." semuanya akan terasa lebih indah."

Salam kenal.

Setelah membaca kalimat itu, seolah ada benang perak yang melayang dan masuk dalam diri ini. Kemudian benang itu terbelah dua, satu menuju hati, yang ketika masuk ke dalamnya benang itu menjadi cahaya hangat yang menyelimuti dada, benang yang satu lagi menuju kepala, menjadi satu benang merah yang menghubungkan kepingan-kepingan hikmah yang tersebar di kepala saya tanpa ada kaitan. Intinya dapat ilham.

Tau enggak, menurut saya memilih yang lebih baik antara mencintai atau dicintai tidak penting. Kenapa? Karena kita tidak mungkin hanya akan berada pada satu kondisi "mencintai" atau "dicintai" saja. Hidup kita akan diisi oleh keduanya secara bergantian dan terus-menerus. Baik kita hanya akan mencintai atau dicintai saja pada satu selang waktu, atau kita mengalaminya secara simultan. Selalu begitu.

Justru yang penting itu adalah bagaimana kita bisa belajar saat kita mengalami salah satu atau keduanya. Kalimat yang saya kutip itulah salah satu hikmah yang saya dapat mengenai "mencintai".

Thanks, Yaya. Tulisanmu memberi saya penerangan baru agar hidup ini lebih bermakna.
nl said…
mencintai bisa kapan pun..
karena kita yang menentukan..

dicintai itu nunggu..
nunggu itu males banget..

jadi mending mencintai..
Rangga said…
hai thanks ya uda mampir2

tentang topik ini, emang susah terjawab..
tapi bener juga kalo kita mesti ikhlas; dan mencintai itu engga sakit kalo kita bener2 tulus.

tapi pasti nanti ada saatnya dimana "mencintai" dan "dicintai" bakal ketemu... amin
theeaz said…
mencintai doank tanpa dicintai...sakit.
dicintai doank tanpa bisa bales mencintai...sakit juga, merasa bersalah gitu.
jadi ?

Popular posts from this blog

Nila di Belanga susu

S aat kamu mengira kalau kamu telah benar-benar mengenal seseorang yang telah kamu anggap dan menganggapmu sebagai seorang teman, orang itu mengatakan sesuatu yang begitu menusuk hati kamu. Saya telah dibunuh.. Butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk mencerna kenyataan yang benar-benar terjadi pada diri saya saat itu. Butuh waktu bagi saya untuk belajar kalau tidak semua niat baik akan dianggap baik juga oleh orang lain. Butuh waktu bagi saya untuk berpikir apakah saya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain dengan niat baik saya. Butuh waktu bagi saya untuk benar-benar menyadari kalau yang "seorang teman saya" katakan itu salah dan saya berhak untuk kecewa, marah dan sedih. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga Butuh waktu bagi saya untuk jujur pada diri saya sendiri apakah seseorang itu benar-benar layak menjadi teman saya. Yang terpenting, apakah saya masih ingin menjadi temannya? Saya tahu, manusia bisa berubah kapan saja dia mau. Menjadi lebih baik ataupu

Menuju: pulang

"Kita akan melakukan perjalanan ke luar dari kita. Mari saudaraku, kita tundukkan kepala, pejamkan mata dan cobalah bersihkan hati kita." "Apaan sich? Norak ih." Runtukku (dalam hati saja). Tapi aku mengikuti yang lainnya, yang mulai menundukkan kepala mereka. "Saudaraku, kita sedang keluar dari diri kita. Dan kita dapat melihat kehidupan kita sendiri selama ini." "Lihat apa sich? Tidak ada apa-apa kok," batinku tapi tetap mencoba ikut dalam (yang kukira) permainan ini. Tapi.. potongan-potongan pagiku tadi mulai berkelebatan dalam benakku. Dimulai dari aku bangun pagi, aku yang selalu tergesa sebelum pergi, aku yang telah membentak asisten mamaku di rumah. Semuanya mulai bergulingan dalam benakku. Kepalaku mulai terasa berat. "Saudaraku, apa yang telah kau lakukan dengan hidupmu?" Dan kepingan-kepingan hidup diriku kembali berserakan. Tak sadar, aku terisak. Melihat aku yang begitu menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk berbuat baik. Da

Knowing "there"

Suatu siang di hari Sabtu.. "I don't belong there, mbak." Aku tersenyum, bukan karena aku menertawakan pemikiran temanku itu. Senyumku lebih karena aku sempat punya pemikiran seperti itu, dulu. Setiap saat aku berada di tengah-tengah orang lain yang kupanggil "teman", aku tidak bisa menghindar untuk tidak bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar termasuk dalam komunitas ini, atau aku hanya lagi memakai topeng nyamanku?" Tidak dapat kupungkiri kalau rasa jengah, kurang nyaman, malu ataupun terkadang minder sering aku rasakan bila lagi berkumpul dengan teman-temanku. Mungkin karena aku merasa terkadang pandanganku berbeda dengan teman-temanku. Juga gaya hidup mereka yang berbeda dengan aku. Bila kamu merasa tidak nyaman dengan teman-temanmu, apakah kamu harus pergi dari mereka? Hmmm, aku akan balik berkata.. "kenapa aku harus selalu mencoba untuk menyamakan bedaku untuk dapat diterima? Pilihan untuk hengkang dari "there" juga tidak per