Skip to main content

Mendengar suara Allah

Subhanallaah, ESQ kemarin mengajarkan banyak sekali bagi diri saya pribadi. Di hari kedua kita (terutama saya) mendapat pencerahan tentang suara hati.

Saat itu Bapak Iman (trainer kita) memanggil salah seorang peserta untuk menemaninya di depan.

Kemudian, Pak Iman mengajak ngobrol beliau sambil beranjak duduk. Otomatis peserta tersebut ikut duduk. Setelah orang itu duduk, Pak Iman beranjak berdiri. Kembali, bapak itu ikut berdiri.

Hal itu terjadi sampai 3 kali, Bapak Iman duduk dan kembali lagi berdiri. Sampai akhirnya Pak Iman duduk kembali dan peserta training yang dipanggilnya diminta untuk tetap berdiri.

Kelihatannya trainer saya sedang bercanda ya?

Ya, itulah yang ada di pikiran saya juga.

"Bapak-bapak, ibu-ibu, apa yang ada dalam pikiran kalian sekarang?" begitu tanya Pak Iman kepada peserta training.

Macem-macem jawabannya.

"Pak Iman, berdiri."
"Pak (tertuju ke si peserta yang di depan), duduk aja."

"Apakah saya akan berdiri begitu saja?" tanya Pak Iman lagi.

Peserta training mulai terlihat ragu-ragu, sampai ada seorang ibu yang maju ke depan untuk meminta si bapak yang berdiri untuk duduk juga.

Ibu itu telah mengikuti suara hatinya :-)

Sering suara hati kita tergelitik untuk melakukan suatu kebaikan. Tapi sering juga apa yang kita dengar di hati kita berhenti hanya sampai di hati saja. Tidak lebih.
Begitu juga saat misalnya kita ingin berkata kasar kepada teman kita, lalu ada suara dalam hati yang berbisik: "Jangan begitu, nggak baik."

Kenapa donk kita sering mengabaikan suara hati?

Jawabnya, ya karena kita masih punya persepsi, masih ragu, masih mempertanyakan suara hati kita sendiri.

Pernahkah kita berpikir: siapa yang membisiki hati kita?
Sebenarnya, itu suaranya Sang Khalik.

Saya juga baru belajar, kalau ternyata suara hati itu adalah suaranya Allah (Tuhan).

Lalu, kalau kita masih memiliki prasangka bahkan dengan suara hati sendiri...

berarti kita menyangsikan Allah.
Astagfirullaah,

Ya Rabb, ampunilah hamba-Mu yang sering mempertanyakan diri-Mu.

Comments

DeLaKeke said…
Walo ga pernah ikut training ESQ, tapi gw punya CD tentang ESQ yang dibawain sama Bpk. Ginanjar ..menarik banget cara memberikan ulasan..., gw dulu nontonnya, saat gw mau sidang TA, besoknya pikiran kita jadi tenang...
anastasianani said…
Kayaknya bagus dan kamu benar, sis.. suara Tuhan itu kadang2 kita suka gak sadar dan mengacuhkannya.. tp itu emang nyata dan benar adanya..
meyrinda said…
waa, seneng banget ya udah dapet kesempatan ikut training ESQ, pengennnn sayang blom ada kesempatan :((
T A T A R I said…
saya suka postingan yg ini !!

Popular posts from this blog

Nila di Belanga susu

S aat kamu mengira kalau kamu telah benar-benar mengenal seseorang yang telah kamu anggap dan menganggapmu sebagai seorang teman, orang itu mengatakan sesuatu yang begitu menusuk hati kamu. Saya telah dibunuh.. Butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk mencerna kenyataan yang benar-benar terjadi pada diri saya saat itu. Butuh waktu bagi saya untuk belajar kalau tidak semua niat baik akan dianggap baik juga oleh orang lain. Butuh waktu bagi saya untuk berpikir apakah saya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain dengan niat baik saya. Butuh waktu bagi saya untuk benar-benar menyadari kalau yang "seorang teman saya" katakan itu salah dan saya berhak untuk kecewa, marah dan sedih. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga Butuh waktu bagi saya untuk jujur pada diri saya sendiri apakah seseorang itu benar-benar layak menjadi teman saya. Yang terpenting, apakah saya masih ingin menjadi temannya? Saya tahu, manusia bisa berubah kapan saja dia mau. Menjadi lebih baik ataupu...

Menuju: pulang

"Kita akan melakukan perjalanan ke luar dari kita. Mari saudaraku, kita tundukkan kepala, pejamkan mata dan cobalah bersihkan hati kita." "Apaan sich? Norak ih." Runtukku (dalam hati saja). Tapi aku mengikuti yang lainnya, yang mulai menundukkan kepala mereka. "Saudaraku, kita sedang keluar dari diri kita. Dan kita dapat melihat kehidupan kita sendiri selama ini." "Lihat apa sich? Tidak ada apa-apa kok," batinku tapi tetap mencoba ikut dalam (yang kukira) permainan ini. Tapi.. potongan-potongan pagiku tadi mulai berkelebatan dalam benakku. Dimulai dari aku bangun pagi, aku yang selalu tergesa sebelum pergi, aku yang telah membentak asisten mamaku di rumah. Semuanya mulai bergulingan dalam benakku. Kepalaku mulai terasa berat. "Saudaraku, apa yang telah kau lakukan dengan hidupmu?" Dan kepingan-kepingan hidup diriku kembali berserakan. Tak sadar, aku terisak. Melihat aku yang begitu menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk berbuat baik. Da...

Knowing "there"

Suatu siang di hari Sabtu.. "I don't belong there, mbak." Aku tersenyum, bukan karena aku menertawakan pemikiran temanku itu. Senyumku lebih karena aku sempat punya pemikiran seperti itu, dulu. Setiap saat aku berada di tengah-tengah orang lain yang kupanggil "teman", aku tidak bisa menghindar untuk tidak bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar termasuk dalam komunitas ini, atau aku hanya lagi memakai topeng nyamanku?" Tidak dapat kupungkiri kalau rasa jengah, kurang nyaman, malu ataupun terkadang minder sering aku rasakan bila lagi berkumpul dengan teman-temanku. Mungkin karena aku merasa terkadang pandanganku berbeda dengan teman-temanku. Juga gaya hidup mereka yang berbeda dengan aku. Bila kamu merasa tidak nyaman dengan teman-temanmu, apakah kamu harus pergi dari mereka? Hmmm, aku akan balik berkata.. "kenapa aku harus selalu mencoba untuk menyamakan bedaku untuk dapat diterima? Pilihan untuk hengkang dari "there" juga tidak per...