Skip to main content

Pilihan saya

Hari ini saya baru saja ngumpul bareng temen-temen milis, yang sepertinya udah lebih setahun tidak ketemu mereka. Emang sih, tadi yang datang cuman 3 orang.

Tapi cukup kok buat saya :)
Bertemu Adi yang InsyaAllah akan menikah di bulan Juni nanti, Tami yang sudah mulai menutupi kepalanya, dan Bu Rere yang masih sama baeknya.

Pertemuan itu memang saya yang mengatur, tadinya saya berharap yang datang lebih banyak lagi. Tapi mungkin timing yang salah pilih kurang sesuai dengan waktunya teman saya yang lain.

Pernah saya berharap, andai saja saya dapat membagi diri saya menjadi beberapa bagian. Satu bagian untuk menjalani kesibukan saya, satu lagi untuk bersama teman-teman saya dari komunitas A, dan yang lain dengan komunitas B, C, D dan seterusnya.

Saya hanya 1, dan saya yang hanya satu ini berusaha untuk bercampur dengan semua teman saya tanpa membeda-bedakan. Yah, tapi saya harus akui kalau saya tidak dapat melakukannya. Seiring dengan waktu, saya tetap harus memilih.
Saya memilih untuk duduk di depan komputer: membuat pesanan blog daripada ikut ngobrol di milis - hal yang dulu suka sekali saya lakukan, yang membuat hampir seisi milis itu kenal sama saya :)
Dan..
Saya memilih untuk tidak keluar malam berkumpul dengan teman-teman saya yang lain, karena saya harus memikirkan jam kerja orang yang mengantar saya.

Pilihan yang tidak selalu benar. Buktinya, seperti kemarin waktu saya menanyakan no.telpon teman saya yang hilang bersamaan dengan gantinya casing handphone saya. Dan jawaban teman saya adalah: "nanti ya, saya tanyakan dulu apakah boleh memberikan nomernya ke kamu."

Glek, tahu tidak saya jadi merasa down lho. Mereka sudah melupakan saya. Seperti kata teman saya, Pritha: "itu hukum alam neng, begitu kamu tidak in the group anymore, slowly but sure, they'll forgot about you."

Benar, dan saya adalah bukti hidupnya, hehe. Tapi karena saya harus memilih, saya harus menanggung resiko pilihan saya.

As much as I want to mend my not so broken relationship with my friends, tidak selamanya niat baik saya disambut oleh pihak yang dimaksud kan? Tapi saya tidak akan patah semangat kok, di setiap ada kesempatan InsyaAllah saya akan terus mencoba...

Comments

cikubembem said…
sbenernya, ngasih tahu nomor telpon/email seseorang ke orang lain tanpa sepengetahuan ybs, itu kan perbuatan kriminal yah (kl di jepang). but setahuku di indonesia blum ada kesadaran seperti ini. makanya ak kaget pas baca postinganmu. km ga perlu sedih lah digituin, justru malah harus bangga. tnyata telah ada orang yg meghormati data pribadi orang lain.
Lulu said…
Hi, Ya..

Gw seneng loh, kmrn bisa ketemuan ama elo & Adi.
Diluar dugaan gw, yg tadinya gw pikir anggota FAH pasti dah tua2 hehehe ternyata Kalian sebaya dgn daku.

Kmrn ketemuannya memang kurang lama, abisnya gw mo kondangan sore harinya. So, kmrn itu gw bener2 sengaja dateng buat kopi darat dgn member FAH.
ShOFa ImOeT said…
tp paling g bs ngumpul sm tmen" kan ya itu anugerah..
positive thinking aja :)
jd kpn qt kopdar?:p

Popular posts from this blog

Nila di Belanga susu

S aat kamu mengira kalau kamu telah benar-benar mengenal seseorang yang telah kamu anggap dan menganggapmu sebagai seorang teman, orang itu mengatakan sesuatu yang begitu menusuk hati kamu. Saya telah dibunuh.. Butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk mencerna kenyataan yang benar-benar terjadi pada diri saya saat itu. Butuh waktu bagi saya untuk belajar kalau tidak semua niat baik akan dianggap baik juga oleh orang lain. Butuh waktu bagi saya untuk berpikir apakah saya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain dengan niat baik saya. Butuh waktu bagi saya untuk benar-benar menyadari kalau yang "seorang teman saya" katakan itu salah dan saya berhak untuk kecewa, marah dan sedih. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga Butuh waktu bagi saya untuk jujur pada diri saya sendiri apakah seseorang itu benar-benar layak menjadi teman saya. Yang terpenting, apakah saya masih ingin menjadi temannya? Saya tahu, manusia bisa berubah kapan saja dia mau. Menjadi lebih baik ataupu...

Menuju: pulang

"Kita akan melakukan perjalanan ke luar dari kita. Mari saudaraku, kita tundukkan kepala, pejamkan mata dan cobalah bersihkan hati kita." "Apaan sich? Norak ih." Runtukku (dalam hati saja). Tapi aku mengikuti yang lainnya, yang mulai menundukkan kepala mereka. "Saudaraku, kita sedang keluar dari diri kita. Dan kita dapat melihat kehidupan kita sendiri selama ini." "Lihat apa sich? Tidak ada apa-apa kok," batinku tapi tetap mencoba ikut dalam (yang kukira) permainan ini. Tapi.. potongan-potongan pagiku tadi mulai berkelebatan dalam benakku. Dimulai dari aku bangun pagi, aku yang selalu tergesa sebelum pergi, aku yang telah membentak asisten mamaku di rumah. Semuanya mulai bergulingan dalam benakku. Kepalaku mulai terasa berat. "Saudaraku, apa yang telah kau lakukan dengan hidupmu?" Dan kepingan-kepingan hidup diriku kembali berserakan. Tak sadar, aku terisak. Melihat aku yang begitu menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk berbuat baik. Da...

Knowing "there"

Suatu siang di hari Sabtu.. "I don't belong there, mbak." Aku tersenyum, bukan karena aku menertawakan pemikiran temanku itu. Senyumku lebih karena aku sempat punya pemikiran seperti itu, dulu. Setiap saat aku berada di tengah-tengah orang lain yang kupanggil "teman", aku tidak bisa menghindar untuk tidak bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar termasuk dalam komunitas ini, atau aku hanya lagi memakai topeng nyamanku?" Tidak dapat kupungkiri kalau rasa jengah, kurang nyaman, malu ataupun terkadang minder sering aku rasakan bila lagi berkumpul dengan teman-temanku. Mungkin karena aku merasa terkadang pandanganku berbeda dengan teman-temanku. Juga gaya hidup mereka yang berbeda dengan aku. Bila kamu merasa tidak nyaman dengan teman-temanmu, apakah kamu harus pergi dari mereka? Hmmm, aku akan balik berkata.. "kenapa aku harus selalu mencoba untuk menyamakan bedaku untuk dapat diterima? Pilihan untuk hengkang dari "there" juga tidak per...