Skip to main content

Finding your own Nemo

Udah pada nonton film kartun Finding Nemo gaak?

Jadi ceritanya Nemo ini adalah anak ikan yang terlalu dilindungi sama bapaknya. Apa-apa gak boleh, mau berenang agak dalem aja langsung dilarang. Pokoknya gak boleeeh teruuss. Kalaupun Nemonya ngeyel pengen nyoba, bapaknya selalu bilang: "No, you can't Nemo. Kamu gak bakalan bisa deh."

Hasilnya Nemonya malah tambah penasaran buat berenang lebih jauh dan dia beneran jadi terpisah sama bapaknya.

Hmmmm...
sama banget yaa sama hubungan antara upline dan downline di bisnis M.LM.

Kalau ada downline yang menurut kita bakalan mentas niih, seringnya kita malah terlalu membelai-belai.
Tiap kali order, upline yg bantuin.
Mau complain ke CC, nyari upline..
Semuaaanya upline yg ngerjain (sumpah, saya bukan lagi curhat lhooooo) :p

Bukan karena si downline gak mau ngerjain sendiri,
tapi seringnya malah karna uplinenya kelewat baek selalu nawarin jasanya.

Yang ada upline malah jadi seperti bokapnya Nemo donk, yang gak pernah mau ngasih kesempatan ke anaknya buat nyoba sendiri.

Kayak bokapnya Nemo donk si upline? yg bolak-balik ngomong: "no you cannot.."

Kalau gini, downline malah jadi gak bisa nyoba sendiri dan bisa2 malah gak pede buat ngorder sendiri kalau satu saat uplinenya gak bisa bantuin.

Balik ke film Nemo ada 1 adegan yang Nemonya nyangkut trus pas mau dibantuin buat keluar sama temen2nya, eeh malah dilarang sama 1 ikan.

Ikan itu bilang "tenang dulu, kamu belum nyoba sendiri kan? Coba dulu doonk."

Naah ituuu upline yang baik,

yang selalu mau memberikan kesempatan kepada grupnya buat nyoba sendiri.

yang mau ngasih kesempatan downlinenya buat making their own mistakes and find their own solutions too.
dan
yang bisa ngasih contoh "Yes, I can" attitude.

Soooo...
nelpon CC? siapa takuuuuutttt *grin

Comments

Penyamun Riau said…
Wew.. filmnya itu sedih dan menyentuh ya, saya belum punya anak dan belum menikah.. :)

salam
Rusli Zainal Sang Visioner

Popular posts from this blog

Nila di Belanga susu

S aat kamu mengira kalau kamu telah benar-benar mengenal seseorang yang telah kamu anggap dan menganggapmu sebagai seorang teman, orang itu mengatakan sesuatu yang begitu menusuk hati kamu. Saya telah dibunuh.. Butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk mencerna kenyataan yang benar-benar terjadi pada diri saya saat itu. Butuh waktu bagi saya untuk belajar kalau tidak semua niat baik akan dianggap baik juga oleh orang lain. Butuh waktu bagi saya untuk berpikir apakah saya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain dengan niat baik saya. Butuh waktu bagi saya untuk benar-benar menyadari kalau yang "seorang teman saya" katakan itu salah dan saya berhak untuk kecewa, marah dan sedih. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga Butuh waktu bagi saya untuk jujur pada diri saya sendiri apakah seseorang itu benar-benar layak menjadi teman saya. Yang terpenting, apakah saya masih ingin menjadi temannya? Saya tahu, manusia bisa berubah kapan saja dia mau. Menjadi lebih baik ataupu...

Menuju: pulang

"Kita akan melakukan perjalanan ke luar dari kita. Mari saudaraku, kita tundukkan kepala, pejamkan mata dan cobalah bersihkan hati kita." "Apaan sich? Norak ih." Runtukku (dalam hati saja). Tapi aku mengikuti yang lainnya, yang mulai menundukkan kepala mereka. "Saudaraku, kita sedang keluar dari diri kita. Dan kita dapat melihat kehidupan kita sendiri selama ini." "Lihat apa sich? Tidak ada apa-apa kok," batinku tapi tetap mencoba ikut dalam (yang kukira) permainan ini. Tapi.. potongan-potongan pagiku tadi mulai berkelebatan dalam benakku. Dimulai dari aku bangun pagi, aku yang selalu tergesa sebelum pergi, aku yang telah membentak asisten mamaku di rumah. Semuanya mulai bergulingan dalam benakku. Kepalaku mulai terasa berat. "Saudaraku, apa yang telah kau lakukan dengan hidupmu?" Dan kepingan-kepingan hidup diriku kembali berserakan. Tak sadar, aku terisak. Melihat aku yang begitu menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk berbuat baik. Da...

Knowing "there"

Suatu siang di hari Sabtu.. "I don't belong there, mbak." Aku tersenyum, bukan karena aku menertawakan pemikiran temanku itu. Senyumku lebih karena aku sempat punya pemikiran seperti itu, dulu. Setiap saat aku berada di tengah-tengah orang lain yang kupanggil "teman", aku tidak bisa menghindar untuk tidak bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar termasuk dalam komunitas ini, atau aku hanya lagi memakai topeng nyamanku?" Tidak dapat kupungkiri kalau rasa jengah, kurang nyaman, malu ataupun terkadang minder sering aku rasakan bila lagi berkumpul dengan teman-temanku. Mungkin karena aku merasa terkadang pandanganku berbeda dengan teman-temanku. Juga gaya hidup mereka yang berbeda dengan aku. Bila kamu merasa tidak nyaman dengan teman-temanmu, apakah kamu harus pergi dari mereka? Hmmm, aku akan balik berkata.. "kenapa aku harus selalu mencoba untuk menyamakan bedaku untuk dapat diterima? Pilihan untuk hengkang dari "there" juga tidak per...