Skip to main content

Bintang, aku dan senja

Kita tak sengaja bertabrakan. Aku tak sengaja memperhatikannya.

Aku mencintainya.
Atau? entah perasaan apa namanya.

Aku membencinya.
Atau ini hanya sebuah pembelaan atas rasa yang tak terbalas?

Aku melupakannya.
Sungguh? sesaat lalu namanya terserubuk dalam ingatanku, dan aku..terbisu.

Dia tercipta dalam sebuah metafor bernama
bintang
.

Seperti setiap malam aku tengadahkan pandangan ke langit, ia selalu bersinar terang. Semarah apapun aku padanya. Ia selalu ada, denganku. Tapi, aku jadi membenci bintang yang tak bersalah.

Pernah, kamu menunggu senja? atau kamu banyak melewati senja yang indah untuk senja yang hanya kamu yang dapat melihatnya?

Suatu ketika, nanti. Aku akan bertemu senjaku yang hanya aku dapat melihatnya, dan kita akan menikmati bintang setiap saat, tanpa kemarahan ..

Comments

menunggu senja sering aku lakukan, sampai-sampai kadangkala senja yang indah terlewatkan tanpa aku sadari. tapi aku tak menyesal karenanya, karena bisa jadi mereka memang bukan untukku :)
ciplok said…
aku selalu mencintai senja
karena senjalah yang mempertemukan aku dengan lelaki hujan ku

[nice word ya!!!!]
Kak Yaya... that's cool! to get over him without hating him! :)
unai said…
Aku, kamu dan senja....
Kita ada di sana...
selalu tak melewatkannya
bagus_aa29 said…
aku kan sudah menawarkan diri untuk selalu jadi bintangmu..
aku memang bukan bintang kejora cuma bintang kecil tak berarti tapi sinarku tak kalah indah kok.
coba aja LAMAR AKU,hahahahahaha (*winks*)
Feri Gunawan said…
jangan ber'senja' gurau ah ..
Sisca said…
Mbak Yaya, dan bintang bintang itu akan berpijar lebih indah, apabila dilihat tanpa kemarahan hehehe

sekalian sisca mohon pamit krn mendapat surat PHKk (baca diblog ). terima kasih sdh berbagi selama ini.

Popular posts from this blog

Nila di Belanga susu

S aat kamu mengira kalau kamu telah benar-benar mengenal seseorang yang telah kamu anggap dan menganggapmu sebagai seorang teman, orang itu mengatakan sesuatu yang begitu menusuk hati kamu. Saya telah dibunuh.. Butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk mencerna kenyataan yang benar-benar terjadi pada diri saya saat itu. Butuh waktu bagi saya untuk belajar kalau tidak semua niat baik akan dianggap baik juga oleh orang lain. Butuh waktu bagi saya untuk berpikir apakah saya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain dengan niat baik saya. Butuh waktu bagi saya untuk benar-benar menyadari kalau yang "seorang teman saya" katakan itu salah dan saya berhak untuk kecewa, marah dan sedih. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga Butuh waktu bagi saya untuk jujur pada diri saya sendiri apakah seseorang itu benar-benar layak menjadi teman saya. Yang terpenting, apakah saya masih ingin menjadi temannya? Saya tahu, manusia bisa berubah kapan saja dia mau. Menjadi lebih baik ataupu...

Menuju: pulang

"Kita akan melakukan perjalanan ke luar dari kita. Mari saudaraku, kita tundukkan kepala, pejamkan mata dan cobalah bersihkan hati kita." "Apaan sich? Norak ih." Runtukku (dalam hati saja). Tapi aku mengikuti yang lainnya, yang mulai menundukkan kepala mereka. "Saudaraku, kita sedang keluar dari diri kita. Dan kita dapat melihat kehidupan kita sendiri selama ini." "Lihat apa sich? Tidak ada apa-apa kok," batinku tapi tetap mencoba ikut dalam (yang kukira) permainan ini. Tapi.. potongan-potongan pagiku tadi mulai berkelebatan dalam benakku. Dimulai dari aku bangun pagi, aku yang selalu tergesa sebelum pergi, aku yang telah membentak asisten mamaku di rumah. Semuanya mulai bergulingan dalam benakku. Kepalaku mulai terasa berat. "Saudaraku, apa yang telah kau lakukan dengan hidupmu?" Dan kepingan-kepingan hidup diriku kembali berserakan. Tak sadar, aku terisak. Melihat aku yang begitu menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk berbuat baik. Da...

Knowing "there"

Suatu siang di hari Sabtu.. "I don't belong there, mbak." Aku tersenyum, bukan karena aku menertawakan pemikiran temanku itu. Senyumku lebih karena aku sempat punya pemikiran seperti itu, dulu. Setiap saat aku berada di tengah-tengah orang lain yang kupanggil "teman", aku tidak bisa menghindar untuk tidak bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar termasuk dalam komunitas ini, atau aku hanya lagi memakai topeng nyamanku?" Tidak dapat kupungkiri kalau rasa jengah, kurang nyaman, malu ataupun terkadang minder sering aku rasakan bila lagi berkumpul dengan teman-temanku. Mungkin karena aku merasa terkadang pandanganku berbeda dengan teman-temanku. Juga gaya hidup mereka yang berbeda dengan aku. Bila kamu merasa tidak nyaman dengan teman-temanmu, apakah kamu harus pergi dari mereka? Hmmm, aku akan balik berkata.. "kenapa aku harus selalu mencoba untuk menyamakan bedaku untuk dapat diterima? Pilihan untuk hengkang dari "there" juga tidak per...