Skip to main content

Manusia tak terjangkau

Telah lama ia menghilang. Ya, saat tetesan tintaku telah mengering untuk menceritakannya lagi. Dulu mungkin itu yang terbaik kulakukan.

Melupakannya. Melupakan Manusia tak terjangkauku.

Apa yang bisa kuceritakan tentangnya?

Dia menyadarkanku untuk melihat langit. Mataku dulu hanya melihat langit..ya sekedar langit biru.


Kini kulihat langit dengan hati.

Semburat merah darah pernah bercipratan, menyilaukan mataku. Kemudian aku begitu terpukaunya dengan oranye yang begitu indah. Membuatku tersenyum, menyaksikan langit yang sedang bersolek.

Dulu langit..hanya langit bagiku. Kini, kuanggap di langit dia ada..

Dia masih ada
Di dalam hatiku, tak pernah pergi

Dia hanyalah manusia tak terjangkauku..

Comments

Linda said…
siapakah gerangan manusia tak terjangkau itu sist??
hanya Tuhan yg tak dpt dijangkau
Milda said…
Manusia tak terjangkau itu ada di langit ya Ya ? Biar terjangkau, minta dia 'landing' dulu ke bumi..Lagian iseng bgt hari gene main-2 di langit...?!@#??! (tidak membantu sama sekali...errghhh...)
nl said…
orangnya tinggi banget ya ? sampai lebih dari 2 meter ?
jadinya tak terjangkau ? he..he..
Windede said…
kalo ga terjangkau dipanjat aja :p
Eddy Fahmi said…
wah wah wahhh... ini kayak pengalamanku pribadiii :D
unai said…
Duhhhh touch entry sis...
Nggak ada yang nggak terjangkau sist...kalo kita berusaha...hehe...cheers
Kartina Mutien said…
duh,,,siapa sih...yang bisa tak terjangkau itu...,
apapun juga insyaAllah akan terjangkau atas ijin-Nya..,asalkan kita mau terus berusaha,berikhtiar dan jangan lupa berdoa'a
salam ach

Popular posts from this blog

Nila di Belanga susu

S aat kamu mengira kalau kamu telah benar-benar mengenal seseorang yang telah kamu anggap dan menganggapmu sebagai seorang teman, orang itu mengatakan sesuatu yang begitu menusuk hati kamu. Saya telah dibunuh.. Butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk mencerna kenyataan yang benar-benar terjadi pada diri saya saat itu. Butuh waktu bagi saya untuk belajar kalau tidak semua niat baik akan dianggap baik juga oleh orang lain. Butuh waktu bagi saya untuk berpikir apakah saya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain dengan niat baik saya. Butuh waktu bagi saya untuk benar-benar menyadari kalau yang "seorang teman saya" katakan itu salah dan saya berhak untuk kecewa, marah dan sedih. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga Butuh waktu bagi saya untuk jujur pada diri saya sendiri apakah seseorang itu benar-benar layak menjadi teman saya. Yang terpenting, apakah saya masih ingin menjadi temannya? Saya tahu, manusia bisa berubah kapan saja dia mau. Menjadi lebih baik ataupu

Menuju: pulang

"Kita akan melakukan perjalanan ke luar dari kita. Mari saudaraku, kita tundukkan kepala, pejamkan mata dan cobalah bersihkan hati kita." "Apaan sich? Norak ih." Runtukku (dalam hati saja). Tapi aku mengikuti yang lainnya, yang mulai menundukkan kepala mereka. "Saudaraku, kita sedang keluar dari diri kita. Dan kita dapat melihat kehidupan kita sendiri selama ini." "Lihat apa sich? Tidak ada apa-apa kok," batinku tapi tetap mencoba ikut dalam (yang kukira) permainan ini. Tapi.. potongan-potongan pagiku tadi mulai berkelebatan dalam benakku. Dimulai dari aku bangun pagi, aku yang selalu tergesa sebelum pergi, aku yang telah membentak asisten mamaku di rumah. Semuanya mulai bergulingan dalam benakku. Kepalaku mulai terasa berat. "Saudaraku, apa yang telah kau lakukan dengan hidupmu?" Dan kepingan-kepingan hidup diriku kembali berserakan. Tak sadar, aku terisak. Melihat aku yang begitu menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk berbuat baik. Da

Knowing "there"

Suatu siang di hari Sabtu.. "I don't belong there, mbak." Aku tersenyum, bukan karena aku menertawakan pemikiran temanku itu. Senyumku lebih karena aku sempat punya pemikiran seperti itu, dulu. Setiap saat aku berada di tengah-tengah orang lain yang kupanggil "teman", aku tidak bisa menghindar untuk tidak bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar termasuk dalam komunitas ini, atau aku hanya lagi memakai topeng nyamanku?" Tidak dapat kupungkiri kalau rasa jengah, kurang nyaman, malu ataupun terkadang minder sering aku rasakan bila lagi berkumpul dengan teman-temanku. Mungkin karena aku merasa terkadang pandanganku berbeda dengan teman-temanku. Juga gaya hidup mereka yang berbeda dengan aku. Bila kamu merasa tidak nyaman dengan teman-temanmu, apakah kamu harus pergi dari mereka? Hmmm, aku akan balik berkata.. "kenapa aku harus selalu mencoba untuk menyamakan bedaku untuk dapat diterima? Pilihan untuk hengkang dari "there" juga tidak per