Skip to main content

Jakarta, malam panjang

Silau menipis di sudut malam
ikut meninggalkan pagi


Temaram Maghrib menghiasi
titian Jakarta

Ada yang masih sibuk
selalu

dengan tumpukan kertas..
berjuta-juta uang dihitungnya
beratus-ratus tempat disinggahi

Bila nakal (atau) nafsu?
menggeliati hati
maka mencumbu kupu-kupu jalananlah

hiraukan jenis kelamin, terkadang

atas nama
hiburan..melepas lelah..bosan


Jakarta malam panjang
selimurkan makna hidup

Dua sisi
yang memiriskan hati


Di dalam suatu kaca
saling bersulang memanjakan diri
menyuapi keinginan birahi

Tak ada yang sadar, melihat
di luaran..
mengais, mengiba..mengorbankan martabat

memuaskan diri?

aaah, terlalu muluk..

Malam ini

berharap untuk masih melihat
sinar esokpun

sebuah harapan yang tinggi
untuk dijangkau

Comments

unai said…
Kupu-kupu malam berterbangan, megepakkan sayap indah dan rapuh.
Jakarta dan malam panjang, yang menyuguhkan segala kemunafikan
uTHe said…
ibukota memang kejam...

kebebasan terbunuh oleh waktu...
kebahagiaan terkungkung oleh dinamika...
kenyamanan terbayar dengan air mata dan keringat...

owwhhh... ibukota...

but I love this city very much!!!
Rara Vebles said…
"Jakarta Malam" -NGERI-
Tpi, masih ada sudut-sudut yang menyejukkan.. Di sana lah tempat kita..
ipal said…
lah harpan jangan tinggi tinggi nanti jatuh loh...
ibarat kata pepatah jawa "ojo dijagake"
Bangpay said…
saya sering disindir waktu dibetawi sana... "hidup kok isinya wisata kuliner terus... njajal makan di sana sini.. gak baik buat kesehatan... mbok kayak saya.. makan dijaga, olah raga teratur, seks teratur... kalo jauh dari bini ya beli seks yang bersih.. jangan asal.... dari pada stres lho??"

untungnya saya gak menggubris kalimat: "daripada stress lho..."
Ida Syafyan said…
itulah jakarta... dua sisi kehidupan ada di sana... yg baik bisa baiiik benerr, yg zalim bisa se zalim2nya...

Popular posts from this blog

Nila di Belanga susu

S aat kamu mengira kalau kamu telah benar-benar mengenal seseorang yang telah kamu anggap dan menganggapmu sebagai seorang teman, orang itu mengatakan sesuatu yang begitu menusuk hati kamu. Saya telah dibunuh.. Butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk mencerna kenyataan yang benar-benar terjadi pada diri saya saat itu. Butuh waktu bagi saya untuk belajar kalau tidak semua niat baik akan dianggap baik juga oleh orang lain. Butuh waktu bagi saya untuk berpikir apakah saya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain dengan niat baik saya. Butuh waktu bagi saya untuk benar-benar menyadari kalau yang "seorang teman saya" katakan itu salah dan saya berhak untuk kecewa, marah dan sedih. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga Butuh waktu bagi saya untuk jujur pada diri saya sendiri apakah seseorang itu benar-benar layak menjadi teman saya. Yang terpenting, apakah saya masih ingin menjadi temannya? Saya tahu, manusia bisa berubah kapan saja dia mau. Menjadi lebih baik ataupu...

Menuju: pulang

"Kita akan melakukan perjalanan ke luar dari kita. Mari saudaraku, kita tundukkan kepala, pejamkan mata dan cobalah bersihkan hati kita." "Apaan sich? Norak ih." Runtukku (dalam hati saja). Tapi aku mengikuti yang lainnya, yang mulai menundukkan kepala mereka. "Saudaraku, kita sedang keluar dari diri kita. Dan kita dapat melihat kehidupan kita sendiri selama ini." "Lihat apa sich? Tidak ada apa-apa kok," batinku tapi tetap mencoba ikut dalam (yang kukira) permainan ini. Tapi.. potongan-potongan pagiku tadi mulai berkelebatan dalam benakku. Dimulai dari aku bangun pagi, aku yang selalu tergesa sebelum pergi, aku yang telah membentak asisten mamaku di rumah. Semuanya mulai bergulingan dalam benakku. Kepalaku mulai terasa berat. "Saudaraku, apa yang telah kau lakukan dengan hidupmu?" Dan kepingan-kepingan hidup diriku kembali berserakan. Tak sadar, aku terisak. Melihat aku yang begitu menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk berbuat baik. Da...

Knowing "there"

Suatu siang di hari Sabtu.. "I don't belong there, mbak." Aku tersenyum, bukan karena aku menertawakan pemikiran temanku itu. Senyumku lebih karena aku sempat punya pemikiran seperti itu, dulu. Setiap saat aku berada di tengah-tengah orang lain yang kupanggil "teman", aku tidak bisa menghindar untuk tidak bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar termasuk dalam komunitas ini, atau aku hanya lagi memakai topeng nyamanku?" Tidak dapat kupungkiri kalau rasa jengah, kurang nyaman, malu ataupun terkadang minder sering aku rasakan bila lagi berkumpul dengan teman-temanku. Mungkin karena aku merasa terkadang pandanganku berbeda dengan teman-temanku. Juga gaya hidup mereka yang berbeda dengan aku. Bila kamu merasa tidak nyaman dengan teman-temanmu, apakah kamu harus pergi dari mereka? Hmmm, aku akan balik berkata.. "kenapa aku harus selalu mencoba untuk menyamakan bedaku untuk dapat diterima? Pilihan untuk hengkang dari "there" juga tidak per...