Skip to main content

Knowing "there"

Suatu siang di hari Sabtu..
"I don't belong there, mbak."

Aku tersenyum, bukan karena aku menertawakan pemikiran temanku itu. Senyumku lebih karena aku sempat punya pemikiran seperti itu, dulu.

Setiap saat aku berada di tengah-tengah orang lain yang kupanggil "teman", aku tidak bisa menghindar untuk tidak bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar termasuk dalam komunitas ini, atau aku hanya lagi memakai topeng nyamanku?"

Tidak dapat kupungkiri kalau rasa jengah, kurang nyaman, malu ataupun terkadang minder sering aku rasakan bila lagi berkumpul dengan teman-temanku. Mungkin karena aku merasa terkadang pandanganku berbeda dengan teman-temanku. Juga gaya hidup mereka yang berbeda dengan aku.



Bila kamu merasa tidak nyaman dengan teman-temanmu,

apakah kamu harus pergi dari mereka?


Hmmm, aku akan balik berkata..
"kenapa aku harus selalu mencoba untuk menyamakan bedaku untuk dapat diterima? Pilihan untuk hengkang dari "there" juga tidak pernah menjadi pilihanku. Karena aku tidak mau selalu mengambil the easy way out. Buatku, bila orang selalu ingin mengambil jalan yang mudah, ia tidak akan membangun cara berpikirnya.

Aku merasa aku punya kelebihan yang mungkin tidak dimiliki oleh orang lain. Jadi sebenarnya rasa tidak nyaman dan rasa tidak yang lain-lainnya itu tidak perlu. Lagian, Tuhan juga sengaja menciptakan makhluknya berbeda-beda.

Aku mencoba memahami komunitasku. Kalaupun memang tidak semuanya sejalan denganku, ya mudah saja kan? Aku tidak perlu mengikutinya, aku juga tidak berusaha untuk mengubag mereka.


Hmm, mungkin aku akan menjawab temanku yang merasa tidak belong there dengan:

"Apakah kamu sudah berusaha mengenal 'there'?"

Comments

Hannie said…
yaya, nggak setuju. ngapain juga ninggalin sahabat kalo kek gitu :)
T A T A R I said…
setuju apa gak setuju yah??
gw bingung Ya..

*komengakpentingdotkom*
Iwok said…
Manusia diciptakan dengan segala kelebihan dan kekurangan masing2, dan kita harus bangga dengan itu. Nyaman atau tida terpulang kepada diri masing-masing sih ya, jadi memang ngga perlu dipaksa kalo memang ngga bisa connect. Tapi kalo kita belum memberikan kesempatan bagi kita untuk bisa connect dan mencoba mengerti komunitas itu, gimana mau tahu ya? hehehe salam buat temenmu ya?
unai said…
jadikan kelebihan teman kita sebagai pemacu semangat kita, minimalisir perasaan gak nyaman, karena nyaman itu kita yang me-managenya.
keluarganugraha said…
kadang kita bisa aja harus membaur, tapi kalow eang gag nyaman ya gag bisa dipaksain juga yang penting komunikasi tetep baek.. bukan artinya menarik diri trus memusuhi, gitu kan ya? :)
Anonymous said…
teman yang sesungguhnya adalah yang selalu berada di samping kita,dalam suka maupun duka...btw,,template ku tuh baru,muales toh ya kalo nge-edit lagi...
dahlia said…
yaya kuh sayang....tadi malem dah kita bahas loh tentang ini...jadi tetep pede ya...sayyyyy dan satu lagi jadi diri sendiri dan tanamkan lagi EMANG GW PIKIRIN !!!!! hehehehehe
Anonymous said…
jangan terlalu sering mikirn omongan orang lain ya..just enjoy urself
Diyan said…
nah bener. Jangan merasa kurang atau lebih dari orang lain. Nggak setiap saat kita sejalan juga kan. yang penting dalam komunitas itu harus saling menghargai..
-syl- said…
Tul Ya!!! Jgn merasa 'lebih' dr org lain. Baik itu lebih rendah or lebih tinggi. Yang penting mah skrg, be a good person ajah. Itu aja dah susah bener.
Chaerani said…
se7 sama commentnya diyan. Marilah kita bersilaturahmi untuk menuai kebaikan (lillahi taala)
Anonymous said…
be my self aja Ya, pd aja deh..:D
Rara Vebles said…
Just be yourself.. n believe in yourself..
Nana Podungge said…
Semenjak mengklaim diri sebagai seorang feminis, dan berubah menjadi sekuler (dari dulunya relijius) namun justru merasa jauh lebih manusiawi, aku mengalami hal seperti ini semakin sering, "I don't belong to this community." Kalo dulu aku memaksa diri membaur, (dengan resiko selalu merasa insecure), sekarang, dengan pede aku akan meninggalkan community yang membuatku merasa insecure itu. Dan menikmati kesendirianku, dalam duniaku sendiri.

Popular posts from this blog

Nila di Belanga susu

S aat kamu mengira kalau kamu telah benar-benar mengenal seseorang yang telah kamu anggap dan menganggapmu sebagai seorang teman, orang itu mengatakan sesuatu yang begitu menusuk hati kamu. Saya telah dibunuh.. Butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk mencerna kenyataan yang benar-benar terjadi pada diri saya saat itu. Butuh waktu bagi saya untuk belajar kalau tidak semua niat baik akan dianggap baik juga oleh orang lain. Butuh waktu bagi saya untuk berpikir apakah saya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain dengan niat baik saya. Butuh waktu bagi saya untuk benar-benar menyadari kalau yang "seorang teman saya" katakan itu salah dan saya berhak untuk kecewa, marah dan sedih. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga Butuh waktu bagi saya untuk jujur pada diri saya sendiri apakah seseorang itu benar-benar layak menjadi teman saya. Yang terpenting, apakah saya masih ingin menjadi temannya? Saya tahu, manusia bisa berubah kapan saja dia mau. Menjadi lebih baik ataupu

Menuju: pulang

"Kita akan melakukan perjalanan ke luar dari kita. Mari saudaraku, kita tundukkan kepala, pejamkan mata dan cobalah bersihkan hati kita." "Apaan sich? Norak ih." Runtukku (dalam hati saja). Tapi aku mengikuti yang lainnya, yang mulai menundukkan kepala mereka. "Saudaraku, kita sedang keluar dari diri kita. Dan kita dapat melihat kehidupan kita sendiri selama ini." "Lihat apa sich? Tidak ada apa-apa kok," batinku tapi tetap mencoba ikut dalam (yang kukira) permainan ini. Tapi.. potongan-potongan pagiku tadi mulai berkelebatan dalam benakku. Dimulai dari aku bangun pagi, aku yang selalu tergesa sebelum pergi, aku yang telah membentak asisten mamaku di rumah. Semuanya mulai bergulingan dalam benakku. Kepalaku mulai terasa berat. "Saudaraku, apa yang telah kau lakukan dengan hidupmu?" Dan kepingan-kepingan hidup diriku kembali berserakan. Tak sadar, aku terisak. Melihat aku yang begitu menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk berbuat baik. Da